Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) sekaligus Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro pernah menyampaikan bahwa rata-rata penurunan muka tanah DKI Jakarta sekitar 7,5 sentimeter per tahun.
Berdasarkan kajian mendalam dari berbagai ahli, penurunan muka tanah disebabkan oleh pengambilan air tanah serta pembangunan yang masif.
Berkaitan dengan kasus ini, Wahyu mengatakan kemungkinan penurunan muka tanah di Penajam Passer Utara tidak akan separah Jakarta.
"Penurunan muka tanah di sana (Penajam Passer Utara) kemungkinan tidak separah Jakarta karena air di sana ada di atas batuan dan batu pasir. Sementara kalau Jakarta kan (air) di atas endapan," terang Wahyu.
Baca juga: Kalau Ibu Kota Pindah ke Kalimantan, Mungkinkah Hutannya Menghijau?
Wahyu menuturkan, kualitas air di Kalimantan tergolong air asam.
Hal ini karena bakal ibu kota baru nantinya akan menempati daerah kaya batu bara. Di daerah kaya batu bara, jika ada pembukaan lahan maka kandungan mineral sulfida yang ada di dalam permukaan tanah akan makin memicu keasaman dalam air tanah.
Ketika air tanah memiliki rasa asam, dampak paling buruk adalah dapat melarutkan logam berat ke dalam air.
"Selain pH rendah, maka akan melarutkan logam berat dan meningkatkan kandungan sulfat," papar Wahyu.
"Ini mungkin harus menjadi pertimbangan ke depan juga ya," tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.