Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Kota Pindah, Punya Air Banyak tapi Struktur Tanah Kurang Stabil

Kompas.com - 27/08/2019, 17:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah menetapkan Provinsi Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru yang akan menggantikan DKI Jakarta.

Dua kabupaten di Kalimantan Timur bakal menjadi lokasi ibu kota baru. Sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian di Kabupaten Penajam Passer Utara.

Berkaitan dengan hal ini, pakar geologi Universitas Gadjah Mada, Wahyu Wilopo mengatakan ada dua hal penting yang harus diperhatikan ketika pemerintah ingin mengubah suatu wilayah menjadi ibu kota.

Dua hal penting dalam bidang geologis itu adalah sesumber atau sumber daya alam dan ancaman bencana.

Baca juga: Ibu Kota Pindah, Pakar Geologi UGM Sebut 2 Hal yang Wajib Diperhatikan

Apa itu sesumber?

Kepada Kompas.com Wahyu menerangkan, sesumber merupakan sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk proses pembangunan dan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Wahyu menjelaskan, jika tidak ada aspek sesumber di suatu wilayah tapi tetap nekat dilakukan pembangunan, bukan tidak mungkin pemerintah harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendatangkan sesumber dari luar daerah.

Lantas, bagaimana sesumber di daerah Penajam Passer Utara dan Kutai Kartanegara?

Wahyu mengatakan, secara topografi bakal ibu kota baru di Kaltim terletak di daerah dekat laut, memiliki daratan dengan sungai, dan juga perbukitan di daerah barat ke utara.

Untuk struktur tanahnya, Wahyu mengatakan daratan Penajam Passer Utara Kaltim terdiri dari lipatan batuan.

"Jadi di bawah (tanah) itu, terdiri dari batuan-batuan terlipat. Ada yang di puncak ada yang rendah, seperti terlipat-lipat," ujar Wahyu.

Struktur tanah seperti ini, menurut Wahyu, akan menimbulkan banyak retakan.

Penanganan untuk jenis struktur batuan seperti ini bisa dengan dipotong pada bagian puncak atau ditimbun dengan tanah lain untuk mengisi rongga-rongga kosong.

Wahyu berharap, kondisi ini dapat dijadikan pertimbangan ke depan saat akan melakukan pembangunan di daerah tersebut.

Namun, kondisi ini juga mendatangkan kabar baik untuk ketersediaan air.

Dia menerangkan, struktur batuan lipatan justru akan membuat jumlah ketersediaan air banyak. Ini karena banyak air yang masuk ke dalam retakan tersebut.

"Air yang terkandung dalam tanah banyak, tapi dari sisi kestabilan tanahnya itu tidak stabil dan tidak terlalu kokoh," ujar Wahyu.

Jenis batuan

Wahyu melanjutkan, jenis batuan di permukaan Penajam Passer Utara didominasi oleh batu pasir, batu lempung, dan juga batu gamping.

Nah, batu gamping inilah yang disebut Wahyu menjadi perhatian banyak pakar geologi.

Dia mengatakan, batu gamping secara umum mudah larut ke dalam air.

"Karst memang belum terbentuk di sana (Penajam Passer Utara), tapi kalau batu gamping ada. Ini yang jadi perhatian dan harus jadi pertimbangan, mungkin nanti butuh dipetakan detail seperti apa," ungkap Wahyu.

Desain pusat ibu kota baru sebagaimana dirancang Kementerian PUPR. dok BBC Indonesia Desain pusat ibu kota baru sebagaimana dirancang Kementerian PUPR.

Penurunan permukaan muka tanah

Apakah ada potensi Penajam juga alami penurunan permukaan tanah seperti Jakarta suatu saat nanti?

Seperti kita tahu, sejak 1975 Jakarta telah mengalami penurunan muka tanah.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) sekaligus Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro pernah menyampaikan bahwa rata-rata penurunan muka tanah DKI Jakarta sekitar 7,5 sentimeter per tahun.

Berdasarkan kajian mendalam dari berbagai ahli, penurunan muka tanah disebabkan oleh pengambilan air tanah serta pembangunan yang masif.

Berkaitan dengan kasus ini, Wahyu mengatakan kemungkinan penurunan muka tanah di Penajam Passer Utara tidak akan separah Jakarta.

"Penurunan muka tanah di sana (Penajam Passer Utara) kemungkinan tidak separah Jakarta karena air di sana ada di atas batuan dan batu pasir. Sementara kalau Jakarta kan (air) di atas endapan," terang Wahyu.

Baca juga: Kalau Ibu Kota Pindah ke Kalimantan, Mungkinkah Hutannya Menghijau?

Kualitas air

Wahyu menuturkan, kualitas air di Kalimantan tergolong air asam.

Hal ini karena bakal ibu kota baru nantinya akan menempati daerah kaya batu bara. Di daerah kaya batu bara, jika ada pembukaan lahan maka kandungan mineral sulfida yang ada di dalam permukaan tanah akan makin memicu keasaman dalam air tanah.

Ketika air tanah memiliki rasa asam, dampak paling buruk adalah dapat melarutkan logam berat ke dalam air.

"Selain pH rendah, maka akan melarutkan logam berat dan meningkatkan kandungan sulfat," papar Wahyu.

"Ini mungkin harus menjadi pertimbangan ke depan juga ya," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com