KOMPAS.com - Senin malam (19/8/2019), petir menyambar kawasan Dusun II, Desa Urutan, Kecamatan Andam Dewi, Tapanuli Tengah. Sambaran petir ini menewaskan seorang pria penggembala dan 19 ternak kerbau miliknya sekaligus.
Berkaca dari peristiwa ini, muncul banyak pertanyaan dari netizen terkait petir. Salah satunya tentang seberapa banyak sambaran petir sepanjang tahun dan di daerah mana saja.
Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi Agie Wandala, Kepala Sub Bidang Iklim dan Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Agie mengatakan, pihaknya tidak dapat memaparkan secara pasti seberapa banyak jumlah sambaran petir karena Indonesia memiliki sifat atau pola musim berbeda.
"Sifat atau pola musim yang berbeda di Indonesia membuat rata-rata sebaran petir beragam. Saya enggak bisa sebutin dalam setahun ada berapa (petir)," ungkap Agie kepada Kompas.com, Kamis (22/8/2019).
Baca juga: Penggembala dan 19 Kerbau Tersambar Petir, Kenapa Halilintar Sangat Mematikan?
Meski begitu, Agie mengatakan sepanjang periode Juni hingga September, Sumatera Utara merupakan wilayah dengan jumlah sambaran petir terbanyak dengan rata-rata 60.000 petir setiap bulannya.
"Dari periode bulan Juni sampai September setiap tahunnya, memang benar frekuensi sambaran petir tertinggi ada di wilayah Sumatera Utara," ujar Agie.
"Dari sensor-sensor BMKG yang tersebar di seluruh Indonesia, (menunjukkan frekuensi) di atas 60.000 sambaran (petir) dalam sebulan," imbuh Agie.
Agie mejelaskan, pola sebaran petir ini tidak hanya muncul di satu lokasi tapi tersebar di seluruh provinsi Sumatera Utara.
Sementara untuk daerah lain seperti Aceh, rata-rata sambaran petir memiliki rentan antara 30.000 sampai 45.000 dalam sebulan.
Seperti dijelaskan di atas, sambaran petir pada periode Juni sampai september di Sumatera Uvara sangat tinggi setiap tahunnya. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Jawa, di mana tidak ada sambaran petir.
Agie menjelaskan, perbedaan ini karena pola atau jenis musim di Indonesia yang beragam.
"Dari segi pola iklim, di wilayah Sumatera Utara sedang mengalami pola iklim ekuatorial," jelas Agie.
Pola iklim ekuatorial ini membuat wilayah Sumatera Utara sedang mengalami periode hujan yang cukup banyak.
Pola hujan inilah yang membuat Aceh dan Sumatera Utara masih mengalami hujan hingga saat ini.
"Nah ini juga berbeda dengan Jambi, Sumatera Selatan yang isunya sedang kebakaran hutan dan jarang ada petir di sana," imbuh Agie.
Untuk bulan September nanti, Agie mengatakan kemungkinan munculnya sambaran petir di Sumatera Utara masih cukup tinggi.
Selain Sumatera Utara, ada daerah lain yang juga mengalami sambaran petir, yakni di Sulawesi Tenggara dan Maluku.
"Petirnya di sana (Sulawesi Tenggara dan Maluku) cukup banyak, tapi paling dominan masih di Sumatera Utara dan sedikit di Aceh," ujar Agie.
Studi mencatat, ada lebih dari 4.000 orang tewas tersambar petir setiap tahunnya.
Seperti dijelaskan dalam artikel sebelumnya, petir mampu menyambar dan menewaskan banyak makhluk hidup sekaligus.
Untuk menghantarkan arus ke bumi, petir cenderung memilih tempat terbuka, obyek yang tinggi, dan tonjolan di permukaan bumi.
Obyek tinggi bisa berupa tiang ataupun pohon. Adapun tonjolan bisa berupa bukit atau gunung, manusia, hewan, dan bangunan yang berada di tempat terbuka.
Jadi, orang yang berada di tengah sawah, bermain bola di lapangan, ataupun berlayar di atas kapal di lautan bisa menjadi tonjolan yang siap disambar petir.
"Karena sifatnya yang tidak sabaran, saat ada tonjolan, petir akan menyambar semuanya tanpa pilih-pilih. Jadi memang tidak mengherankan petir bisa menyambar banyak obyek sekaligus," ungkap
peneliti petir dari Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika (STEI) di Institut Teknologi Bandung (ITB), Syarif Hidayat,
Baca juga: Hujan Disertai Petir Diperkirakan Landa Sejumlah Wilayah Jabodetabek
Oleh sebab itu, baik Syarif dan Agie mengimbau masyarakat untuk menghindari tempat terbuka dan jangan berada di jarak kurang dari 2 meter dari obyek tinggi bila langit sudah mulai mendung.
"Kalau cuaca berubah, sudah mulai gelap dan ada awan hitam, lebih baik menjauh dari daerah lapang yang terbuka. Kalau di lapangan terbuka ada satu pohon, jangan didekati karena (pohon) bisa menjadi magnetnya," jelas Agie.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.