KOMPAS.com - Saat ini suhu di wilayah pulau Jawa cenderung terasa dingin pada malam hari, sedangkan pulau di utara Jawa seperti Kalimantan masih hangat dan hujan.
Agie Wandala, Kepala Sub Bidang Iklim dan Cuaca BMKG mengatakan, perbedaan ini disebabkan oleh tipe hujan di Indonesia.
"Sebenarnya di Indonesia ada tiga pola hujan," ungkap Agie kepada Kompas.com, Jumat (19/7/2019).
Tiga pola hujan itu adalah tipe monsunal, ekuatorial, dan lokal.
Baca juga: Kontras dengan Jawa, BMKG Sebut Kalimantan Cukup Hangat dan Hujan
Di atas adalah gambaran peta pola hujan di Indonesia. Pola iklim monsunal ada di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Sumatera, dan sebagian Kalimantan.
"Pola iklim equatorial ada di daerah Sumatera bagian utara dan pesisir baratnya, dan Kalimantan bagian utara. Sementara untuk lokal dapat dilihat di gambar yang berwarna merah," imbuh Agie.
Daerah yang memiliki tipe hujan monsunal, dalam satu tahun memasuki musim hujan pada Oktober sampai Maret, dan puncaknya ada pada Desember sampai Februari.
"Saat ini Jawa sedang periode kering," ungkap Agie.
Sementara daerah yang memiliki tipe hujan ekuatorial, saat ini di beberapa lokasi masih hujan, khususnya Kalimantan bagian utara, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Pada pola ekuator, hujan diprediksi turun pada bulan Maret, Mei sampai Agustus, dan Desember. Sementara periode kering terjadi pada Januari sampai Februari, dan disambung Juni hingga Juli.
Untuk daerah dengan tipe hujan lokal, periode kering terjadi pada September sampai April, dan periode hujan terjadi pada Mei sampai Agustus.
Baca juga: Kemarau Kok Suhu Dingin? BMKG Ungkap Penyebabnya Dry Intrution
Hal ini juga yang membuat suhu dingin di Bandung dan seluruh Jawa pada malam hari meski kering, sedangkan di Kalimantan khususnya Kalimantan Utara cenderung bersuhu hangat 22 sampai 34 derajat Celsius dan beberapa lokasi masih hujan.
Agie memperingatkan kondisi ini dapat memudahkan potensi kebakaran hutan di Kalimantan, terlebih karena pada periode Juli sampai Agustus cukup kering.
"Sehingga ada baiknnya masyarakat tidak melakukan aktivitas pembakaran lahan karena pengendaliannya yang sulit," ujar Agie.
"Meskipun belum pada periode yang paling intens, namun kehati-hatian dan pengawasan memang sudah harus terus dilakukan," tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.