Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Belajar dari Singapura, Dongkrak Kualitas Universitas Bukan Cuma Impor Rektor Asing

Kompas.com - 17/08/2019, 17:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

3. Memprioritaskan bidang riset tertentu dengan mengedepankan produk ilmiah NTU, bahkan dari program studi yang masih muda.

Mereka mendukung riset dasar yang mumpuni dan produksi riset dibawa ke dalam penguatan subjek/bidang riset tersebut sehingga dimasukkan dalam QS World University Rankings (WUR). Bidang sains material misalnya nomor dua terbaik di dunia setelah MIT (Massachusetts Institute of Technology).

4. Membangun fasilitas kampus terutama untuk riset unggulan sebagai contoh pusat riset maritim.

5. Mereformasi pendidikan dengan pendekatan hingga proses belajar di kelas fokus pada mahasiswa. Reformasi edukasi menyentuh level kelas, perubahan cara mengajar dan belajar secara total.

6. Membuka rekrutmen peneliti muda dan ahli terbaik dunia, juga mahasiswa global. Para peneliti ini diberi imbalan setimpal dan target yang tinggi untuk menghasilkan salah satunya temuan berpaten.

Enam strategi itu jelas dapat dilakukan bila terdapat modal ekosistem perguruan tinggi yang memadai dan disiapkan. Empat dari enam strategi tersebut bertumpu pada sumber daya universitas dan investasi terbesar pada dosen-peneliti berikut kinerja riset.

Perlu diingat, NTU awalnya merekrut Andersson untuk mengisi posisi provost (setara dengan wakil rektor bidang akademik dan mutu), selama empat tahun di posisi tersebut sebagai upaya Andersson mempelajari NTU dari dekat.

Ketika Andersson diangkat menjadi rektor, maka perubahan telah disusun dalam strategi yang cukup tepat. Strategi ini dapat berjalan karena ekosistem negara sudah dipersiapkan sebelumnya.

Keunggulan universitas + pemimpin berkualitas

Strategi ini tersebut bermula dari keunggulan NTU dan diperkuat dengan modal dasar keunggulan Andersson sendiri. Profil Andersson, kini berusia 71 tahun, mewakili wajah peneliti yang sukses mengembangkan karir internasionalnya.

Ia meraih gelar sarjana dan magister kimia di Umeå University, Swedia dan mendapatkan dua gelar doktor dalam bidang tersebut di Lund University, Swedia pada 1982. Dia sempat menjadi peneliti biokimia di Australian National University, di Australia, selama dua tahun semasa riset doktoralnya.

Pada usia 36 tahun Andersson menjadi guru besar kimia di Stockholm University, Swedia. Dia bukan hanya anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Swedia, tapi pada usia 38 tahun dirinya juga menjadi anggota termuda komite seleksi penerima Hadiah Nobel untuk kimia. Dia kemudian menjadi ketua komite tersebut selama beberapa tahun berikutnya.

Selain menjabat Dekan Fakultas Kimia di Stockholm University (1996-2003), dia juga menjabat rektor di Linkoping University Swedia dari 1999 sampai 2003. Selama empat tahun berikutnya, Andersson pindah ke Prancis menjadi Kepala Eksekutif Yayasan Ilmiah Eropa (European Science Foundation), sebuah posisi yang dilamar 650 ilmuwan dunia.

Dari Eropa Andersson pindah ke NTU sejak 2007. Empat tahun kemudian dia diangkat menjadi rektor NTU. Sebagai peneliti kimia, sampai kini dia telah menulis lebih 300 karya ilmiah.

Dari NTU, kita belajar bahwa keberhasilan rektor dalam meningkatkan kualitas universitas bergantung pada kemampuannya berjejaring.

Dengan demikian, bukan pada komponen rektor asing, sebagai entitas kewarganegaraannya yang dipentingkan dalam profil rektor, namun kemampuannya dalam membawa jejaring internasionalnya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau