Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Heboh Bajakah Obati Kanker, Sudahkah Pemberitaan Kita Proporsional?

Kompas.com - 14/08/2019, 10:00 WIB
Angga Setiawan,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com – Beberapa waktu belakangan nama tanaman bajakah mendapatkan perhatian masyarakat Indonesia menyusul prestasi tiga siswa asal Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang memenangkan medali emas dalam kompetisi sains di Korea Selatan.

Dalam penelitian tersebut, mereka mengklaim bahwa tanaman bajakah memiliki senyawa yang mampu melawan kanker.

Penelitian tentang bajakah sebagai obat pembunuh kanker ini mendapat sambutan meriah dari para warganet. Kebanyakan menyambut baik hasil studi pada siswa SMA 2 Palangkaraya tersebut.

Meski begitu, dokter sekaligus ahli nutrisi, Dr. dr. Tan Shot Yen, M.hum menilai pemberitaan mengenai penelitian siswa SMA 2 Palangkaraya, Kalimantan Tengah ini belum proporsional.

Baca juga: Fakta di Balik Khasiat Kayu Bajakah Sembuhkan Kanker, Hidup di Hutan hingga Dianggap Tanaman Mistis

"Sudah waktunya reportase indonesia lebih bergengsi, punya literasi ketimbang mengejar sensasi. Buat apa rating naik, tapi yang disebarkan adalah impulsivitas sesaat orang-orang yang tidak diarahkan untuk kepentingan umat manusia ke depannya," ungkapnya kepada Kompas.com, Selasa (13/8/2019).

"Bisa dibayangkan, pembimbing atau guru-guru kita yang juga terlalu terburu-buru mengejar euforia, padahal bisa jadi judul paper dan isi penelitian serta kolom diskusi nya tidak seheboh pemberitaan nasional" imbuh Tan.

Pemberitaan tentang penemuan tersebut memang menimbulkan kontroversi sebab diklaim dapat menghilangkan sel kanker dalam tubuh.

Namun, hingga saat ini, penelitian tersebut belum sampai pada uji klinis. Terkait dengan penemuan tersebut masih dinilai perlu penelitian lebih lanjut.

Tan menilai pemberitaan mengenai khasiat tanaman bajakah ini terlalu berlebihan. Pasalnya, kandungan senyawa yang ada di tanaman bajakah juga ada pada tumbuhan lain.

Seperti yang diketahui, penilitian para siswa SMA 2 Palangkaraya itu dilanjutkan dengan uji sampel penelitian lanjutan, yang menggunakan dua ekor mencit atau tikus betina atau tikus kecil berwarna putih. Dua mencit tersebut sudah di induksi atau disuntikan zat pertumbuhan sel tumor atau kanker.

Sel kanker berkembang di tubuh tikus ditandai dengan ciri banyaknya benjolan pada tubuh, mulai dari ekor hingga bagian kepala. Beberapa hasil uji laboratorium ditemukan fenolik, steroid, tannin, alkonoid, saponin, terpenoid, hingga alkonoid pada tumbuhan Bajakah.

“Jika urusan polifenol, tannin dan kawan-kawan saja, apel pun punya," tegas Tan.

"Dan pada dasarnya semua functional food, sayur dan buah kaya antioksidan tersebut. Tapi untuk disebut sebagai obat kanker, ini lebay sekali,” sambungnya.

Baca juga: Bajakah untuk Obat Kanker, Apa yang Harus Dilakukan Usai Kehebohannya?

Selain itu, menurut Tan, induksi tumor pada mencit pun tidak melalui tahapan patologi anatomi.

"Jenis apa benjolan yang dihasilkan si mencit? Kanker? Apa jenis kankernya? Ada di jaringan apa? Bagaimana dengan replikasi pada manusia? Bagaimana mengukur dosis letal? Masih banyak lagi," kata Tan.

"Jadi jika abstrak dan tulisan penelitiannya disebut High Contents of Antioxidant in Bajakah Potential For Further Research in Cancer Treatment barangkali lebih masuk akal," tegasnya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau