KOMPAS.com - Hujan meteor perseid adalah fenomen langit tahunan yang selalu muncul di bulan Juli sampai Agustus.
Sebenarnya fenomena ini sudah berlangsung dari 17 Juli kemarin. Namun, puncak hujan meteor perseid baru akan terjadi 12 Agustus 2019 nanti.
Astronom amatir Marufin Sudibyo mengatakan, hujan meteor perseid akan berakhir pada 24 Agustus 2019.
Baca juga: Jepang Segera Uji Coba Hujan Meteor Buatannya di Angkasa
Menurut situs Langit Selatan, hujan meteor perseid adalah adalah salah satu hujan meteor paling populer di kalangan pengamat, terutama yang ada di bagian utara.
Pasalnya, hujan meteor perseid selalu memberi "pertunjukan" hujan meteor menakjubkan, dengan sekitar 100 meteor melintasi langit setiap jamnya.
"Hujan meteor perseid memang tergolong kuat. Pada puncaknya dapat menghasilkan maksimum 100 meteor per jam," kata Marufin kepada Kompas.com, Sabtu (10/8/2019).
Marufin menerangkan, hujan meteor perseid merupakan fenomena langit periodik.
Artinya, hujan meteor perseid terjadi setiap tahun dengan jadwal kemunculan relatif sama dari tahun ke tahun, yakni dalam rentang waktu 17 Juli sampai 24 Agustus, dan puncaknya pada 12 Agustus.
Marufin berkata, meteor-meteor dari hujan meteor perseid seakan berasal dari rasi Perseus yang ada di langit utara.
"Makanya, hujan meteor ini lebih mudah disaksikan dari belahan Bumi utara. Belahan Bumi selatan yang bisa menyaksikannya hanya terbatas sampai garis lintang 30 LS. Lebih ke selatan lagi tidak bisa," terang dia.
Hujan meteor perseid berasal dari sisa debu ekor komet Swift-Tuttle yang pernah melintasi Bumi dan diamati astronom Lewis Swift dan Horace Tuttle dari Amerika pada tahun 1862.
Komet ini kembali teramati pada tahun 1992 dan memiliki periode 130 tahun. Ia akan kembali ke Bumi pada tahun 2126.
Saat melintas, debu ekor komet yang berupa batuan mengalami tarikan oleh gravitasi Bumi dan masuk dalam lapisan atmosfer Bumi serta terbakar di sana.
Debu yang masuk ke lapisan atmosfer atas tersebut akan membentuk plasma super panas di sepanjang lintasannya dan bergerak dengan kecepatan 60 km/detik.
Inilah lintasan cahaya yang melintas dan dilihat pengamat dari Bumi sebagai hujan meteor Perseid.
Marufin berkata, hujan meteor perseid memiliki banyak perbedaan dengan hujan meteor lain.
Mulai dari jumlah meteor maksimum (Zenith Hourly Rate/ZHR) yang tergolong besar sampai 100 meteor per jam bila langit dalam kondisi sempurna.
"Kemudian sumber hujan meteor perseid juga berbeda dengan hujan meteor lain. Seluruh hujan meteor periodik berasal dari remah-remah komet, tapi hanya Perseids yang punya karakter hujan meteor kuat sementara komet induknya punya periode agak panjang," jelas Marufin.
"Beda lainnya, Perseids berpotensi memproduksi meteor terang atau fireball dalam puncak hujan meteornya," imbuh dia.
Marufin mengatakan, sebenarnya hujan meteor perseid bisa dilihat dari Indonesia.
"Hanya saja situasi langit sedang tak ideal karena (saat puncak meteor Perseid) ada Bulan yang tinggal tiga hari dari purnama," kata Marufin.
Karena puncak meteor perseid adalah H-3 sebelum bulan purnama, maka kondisi langit malam akan terlalu terang dan fenomena langit seperti hujan meteor akan sulit dilihat.
Baca juga: Ini 3200 Phaethon, Asteroid Aneh yang Jadi Induk Hujan Meteor Geminid
Secara teori, rasi Perseus sudah terbit di langit timur sejak pukul 00.00 WIB. Mulai saat itu pula, hujan meteor bisa dilihat.
"Namun karena ada Bulan yang masih sangat terang dan baru terbenam pukul 2.00 WIB, maka dalam praktiknya hujan meteor ini baru bisa dinikmati mulai jam 2.00 WIB dini hari sampai saat subuh," tutup Marufin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.