Di sinilah kecerdasan buatan (AI) menerjemahkan suara yang didengar oleh Guardian menjadi bentuk visual, yakni spectogram (dicontohkan di atas).
Baca juga: Memaknai Kelestarian Hutan dari Perspektif Berbagai Agama di Indonesia
“Anda bisa membayangkan sistem kami seperti sistem saraf untuk hutan. Guardian yang kita taruh di hutan itu menangkap sensasi seperti indera pendengar kita. Lalu, di atasnya ada lapisan persepsi yang menerima dan menerjemahkan sensasi yang diterima. Itulah yang dilakukan oleh AI (kecerdasan buatan) di (Rainforest Connection) Cloud (API),” ujarnya.
AI juga bekerja pada lapisan kognisi dengan mengidentifikasikan kejadian ilegal atau keberadaan spesies tertentu pada data Guardian, baik itu suara gergaji, truk atau orangutan. Topher berkata bahwa dalam mengidentifikasikan suara-suara ilegal di tengah bisingnya hutan, AI jauh lebih pintar daripada telinga manusia.
Jika AI menemukan suara gergaji atau truk, bahkan pada radius 1,5 kilometer dari perangkat pendengar Guardian, sistem akan mengirimkan notifikasi kepada para penjaga hutan yang sedang berada di lokasi untuk dapat ditindaklanjuti.
Sebaliknya, para penjaga hutan juga akan mengonfirmasi apakah notifikasi dari Guardian benar atau tidak. Jawaban mereka kemudian digunakan oleh para peneliti data Huawei untuk melatih Huawei Cloud AI yang sedang dikembangkan untuk menjadi lebih akurat dalam mengidentifikasikan suara gergaji dan truk.
Aspek inilah yang disebut Topher sebagai lapisan komunikasi.
“Komunikasi sering kali tidak ada dalam teknologi konservasi pada umumnya. (Komunikasi adalah) bagaimana Anda mengambil data, bahkan data mentah, lalu mengirimkannya ke orang-orang yang tepat, baik itu orang yang berada di lokasi atau seseorang di Shanghai yang peduli soal itu. (Intinya) adalah bagaimana cara melibatkan semua orang di seluruh dunia,” kata Topher.
Dia lanjut menjelaskan bahwa apa yang ditawarkan oleh RFCx bukan sekadar meletakkan ponsel di pohon untuk mendengarkan suara-suara ilegal, tetapi juga lapisan komunikasinya.
Optimisme Topher
Sejauh ini, Topher cukup puas dengan respons masyarakat penjaga hutan di keempat nagari terhadap Guardians.
Nagari Sirukam yang mendapat kesempatan pertama untuk dipasangi Guardian, misalnya, dinilai Topher sudah dapat mengoperasikan teknologi dan aplikasi ini secara efektif. Mereka bahkan sudah mulai berdiskusi mengenai cara menggunakan data-data yang tersimpan dalam Guardian sebagai bukti laporan polisi.
Sirukam juga melaporkan bahwa mereka telah menindaklanjuti sebuah notifikasi dari Guardians dan mendapati sisa-sisa penebangan liar yang dapat difoto dan dijadikan bukti.
Melihat keberhasilan ini, Topher pun merasa optimis terhadap proyeknya di Indonesia. Dia mengatakan, proyek-proyek kami yang paling berhasil bukanlah yang dijalankan oleh organisasi non pemerintah (NGO) besar, tetapi yang dijalankan oleh lembaga pendamping komunitas.
“Partner kami di sini, Warsi, merupakan salah satu dari lembaga pendamping komunitas itu,” ujarnya.
Menanggapi kolaborasi Huawei dengan RFCx, Lo Khing Seng selaku Deputy Country Director untuk Huawei Device Indonesia mengatakan, bersama dengan RFCx, kami ingin memperkuat komunitas lokal untuk melindungi hutan-hutan mereka menggunakan perangkat dan teknologi AI Huawei.
“Ini merupakan bagian dari kontribusi kami untuk menciptakan keberlangsungan lingkungan melalui teknologi yang kami miliki. Kolaborasi ini jelas sejalan dengan inisiatif TECH4ALL kami, di mana kami mendorong inklusi digital dan orang-orang dapat terhubung satu sama lain,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.