Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana RFCx Melindungi Hutan dengan Ponsel Huawei Lama?

SOLOK SELATAN, KOMPAS.com – Pada saat ini, ada 12 ponsel Huawei lama yang sedang mendengarkan dan memonitor hutan-hutan Sumatera Barat.

Jika salah satu dari ponsel itu mendengar bunyi-bunyi yang ilegal, seperti bunyi gergaji dan truk, seorang penjaga hutan akan langsung diberi tahu lokasinya agar dapat segera melakukan intervensi.

Ini merupakan hasil kolaborasi Rainforest Connection (RFCx), sebuah startup yang mendaur ulang ponsel-ponsel lama menjadi perangkat pendengar bertenaga surya yang melindungi hutan, dengan Huawei dan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.

Pada hari Kamis (25/7/2019); Kompas.com berkesempatan untuk melihat langsung pemasangan salah satu perangkat ini oleh CEO dan pendiri RFCx, Topher White, di hutan nagari Pasar Talang Timur, Kabupaten Solok Selatan Sumatera Barat.

Pasir Talang Timur merupakan desa atau nagari terakhir yang akan dijadikan percobaan perangkat ini. Sebelumnya, sembilan perangkat serupa telah dipasang di nagari Sirukam, nagari Pakan Rabaa dan nagari Pakan Rabaa Timur.

Pohon yang dipilih untuk dipasangi perangkat RFCx pada hari tersebut menjulang tinggi di antara pohon-pohon sekitarnya.

Maria Kaceriakova dari RFCx yang memandu awak media menjelaskan bahwa pohon tersebut memang dipilih karena letak dan bentuknya yang dinilai strategis. Pasalnya, pohon yang dipasangi perangkat harus memiliki tinggi setidaknya 30 meter agar bisa menangkap sinyal telepon, dan tidak boleh terlalu kurus agar bisa melindungi perangkat dari fenomena cuaca.

Dengan lincah, Topher memanjat pohon tersebut dan memasang perangkatnya yang terdiri dari sebuah ponsel Huawei tua di dalam kotak, mikrofon dan panel surya.

Ponsel tersebut akan terus bekerja selama 24 jam seminggu hingga dua tahun ke depan untuk mendengarkan suara-suara ilegal hingga radius 1,5 kilometer dan mengirimkannya ke server penyimpanan data untuk dianalisis lebih lanjut.

Sensasi, persepsi, kognisi dan komunikasi

Topher menjelaskan bahwa perangkat yang dipasang di pohon merupakan salah satu bagian dari sistem Guardian yang diciptakannya.

Pada jantung setiap Guardian ada ponsel Huawei lama. Topher memasukkannya ke dalam kotak untuk melindunginya dari hujan, panas dan angin. Dia juga menghubungkannya dengan panel surya sebagai sumber tenaga. Lalu, ada juga mikrofon yang bisa menangkap suara hutan hingga radius 1,5 kilometer.

Namun, perangkat yang berada di hutan ini hanya bertugas mengumpulkan data, sementara proses yang lebih penting terjadi di udara setelah data dikirim ke server penyimpan data Rainforest Connection Cloud AI.

Di sinilah kecerdasan buatan (AI) menerjemahkan suara yang didengar oleh Guardian menjadi bentuk visual, yakni spectogram (dicontohkan di atas).

“Anda bisa membayangkan sistem kami seperti sistem saraf untuk hutan. Guardian yang kita taruh di hutan itu menangkap sensasi seperti indera pendengar kita. Lalu, di atasnya ada lapisan persepsi yang menerima dan menerjemahkan sensasi yang diterima. Itulah yang dilakukan oleh AI (kecerdasan buatan) di (Rainforest Connection) Cloud (API),” ujarnya.

AI juga bekerja pada lapisan kognisi dengan mengidentifikasikan kejadian ilegal atau keberadaan spesies tertentu pada data Guardian, baik itu suara gergaji, truk atau orangutan. Topher berkata bahwa dalam mengidentifikasikan suara-suara ilegal di tengah bisingnya hutan, AI jauh lebih pintar daripada telinga manusia.

Jika AI menemukan suara gergaji atau truk, bahkan pada radius 1,5 kilometer dari perangkat pendengar Guardian, sistem akan mengirimkan notifikasi kepada para penjaga hutan yang sedang berada di lokasi untuk dapat ditindaklanjuti.

Sebaliknya, para penjaga hutan juga akan mengonfirmasi apakah notifikasi dari Guardian benar atau tidak. Jawaban mereka kemudian digunakan oleh para peneliti data Huawei untuk melatih Huawei Cloud AI yang sedang dikembangkan untuk menjadi lebih akurat dalam mengidentifikasikan suara gergaji dan truk.

Aspek inilah yang disebut Topher sebagai lapisan komunikasi.

“Komunikasi sering kali tidak ada dalam teknologi konservasi pada umumnya. (Komunikasi adalah) bagaimana Anda mengambil data, bahkan data mentah, lalu mengirimkannya ke orang-orang yang tepat, baik itu orang yang berada di lokasi atau seseorang di Shanghai yang peduli soal itu. (Intinya) adalah bagaimana cara melibatkan semua orang di seluruh dunia,” kata Topher.

Dia lanjut menjelaskan bahwa apa yang ditawarkan oleh RFCx bukan sekadar meletakkan ponsel di pohon untuk mendengarkan suara-suara ilegal, tetapi juga lapisan komunikasinya.

Optimisme Topher

Sejauh ini, Topher cukup puas dengan respons masyarakat penjaga hutan di keempat nagari terhadap Guardians.

Nagari Sirukam yang mendapat kesempatan pertama untuk dipasangi Guardian, misalnya, dinilai Topher sudah dapat mengoperasikan teknologi dan aplikasi ini secara efektif. Mereka bahkan sudah mulai berdiskusi mengenai cara menggunakan data-data yang tersimpan dalam Guardian sebagai bukti laporan polisi.

Sirukam juga melaporkan bahwa mereka telah menindaklanjuti sebuah notifikasi dari Guardians dan mendapati sisa-sisa penebangan liar yang dapat difoto dan dijadikan bukti.

Melihat keberhasilan ini, Topher pun merasa optimis terhadap proyeknya di Indonesia. Dia mengatakan, proyek-proyek kami yang paling berhasil bukanlah yang dijalankan oleh organisasi non pemerintah (NGO) besar, tetapi yang dijalankan oleh lembaga pendamping komunitas.

“Partner kami di sini, Warsi, merupakan salah satu dari lembaga pendamping komunitas itu,” ujarnya.

Menanggapi kolaborasi Huawei dengan RFCx, Lo Khing Seng selaku Deputy Country Director untuk Huawei Device Indonesia mengatakan, bersama dengan RFCx, kami ingin memperkuat komunitas lokal untuk melindungi hutan-hutan mereka menggunakan perangkat dan teknologi AI Huawei.

“Ini merupakan bagian dari kontribusi kami untuk menciptakan keberlangsungan lingkungan melalui teknologi yang kami miliki. Kolaborasi ini jelas sejalan dengan inisiatif TECH4ALL kami, di mana kami mendorong inklusi digital dan orang-orang dapat terhubung satu sama lain,” ujarnya.

https://sains.kompas.com/read/2019/08/02/160318223/bagaimana-rfcx-melindungi-hutan-dengan-ponsel-huawei-lama

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke