Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Ibu Buang Anak, Psikolog Sebut Depresi Picu Perasaan Tega

Kompas.com - 01/08/2019, 18:33 WIB
Retia Kartika Dewi,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Awal minggu ini media masa ramai memberitakan seorang ibu tega membuang anak kandungnya di daerah Penjaringan, Jakarta Utara pada Senin (29/7/2019).

Diketahui, bayi laki-laki tersebut memiliki kondisi kesehatan kurang baik, yakni sulit buang air kecil. Akibatnya, bayi itu sering menangis karena kesakitan dan membuat ibunya kerap mengalami sakit kepala.

Tidak hanya itu, sang bayi juga sudah dirujuk ke puskesmas untuk penanganan medis, tapi karena keterbatasan masalah ekonomi membuat bayi tersebut harus mengalami nasib ditinggal oleh ibunya.

Menyikapi fenomena itu, psikolog asal Solo, Hening Widyastuti mengungkapkan bahwa kasus ibu yang membuang anak dapat ditinjau dari faktor ekonomi dan psikologis.

Baca juga: Viral Tolak Gaji 8 Juta, Pakar Pendidikan Sebut Logikanya Tidak Jalan

"Ditinjau dari faktor ekonomi, si ibu (sedang) dalam situasi dan kondisi ekonomi sulit, terdesak di bawah garis kemiskinan. Sementara dari faktor psikologis, ada beberapa hal, salah satunya single parent ditinggal suami dengan kondisi ekonomi yang berat dan hubungan tidak harmonis dengan pasangan," ujar Hening saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (1/8/2019).

Menurut Hening, ketika kondisi psikologis tidak harmonis menyebabkan stres dan depresi berat pada si ibu.

Stres dan depresi ini menimbulkan kekacauan dalam berpikir. Sehingga membuat pelaku tidak mampu berpikir jernih, yang akhirnya tega membuang anak kandungnya.

Hening juga menduga, si ibu merupakan sosok pendiam yang tidak terbiasa mencurahkan permasalahan hidupnya kepada orang lain.

"Mungkin si ibu tipe pendiam, segala beban hidup hanya dirasa dan dipikir sendiri yang pada akhirnya pikiran si ibu tidak sanggup untuk menampung segala permasalahan hidup. Akhirnya depresi, hingga ambil keputusan yang tidak manusiawi dengan membuang anak," jelas Hening mengungkap dugaannya.

Hening berkata, bila seseorang terus memendam emosi dan pikiran untuk diri sendiri maka makin lama masalah itu akan menggunung dan tidak terselesaikan.

"Dengan demikian, si ibu tidak memiliki kontrol pada dirinya sendiri," ujar Hening.

Sikap orang-orang sekitar

Ketika orang terdekat mengalami hal yang membuat dia tertekan sampai menyebabkan depresi - seperti yang dialami ibu yang membuang anaknya sendiri - cobalah untuk mendekati orang itu secara perlahan.

"Dekati orang itu secara perlahan, bukalah komunikasi hingga ada kepercayaan. Jika hubungan baik sudah terjalin, secara psikologis si ibu akan nyaman untuk bercerita permasalahannya," ujar Hening.

Setidaknya, kehadiran orang lain yang peduli sebagai kontrol dari luar terhadap keputusan sepihak yang negatif dan membahayakan diri dan anggota keluarga.

Selain itu, menjaga relasi dengan tetangga satu RT juga penting dilakukan untuk mencegah hal seperti ini terjadi.

"Ajaklah aktif di kegiatan lingkungan baik sosial maupun keagamaan, karena dengan berinteraksi akan membuka wawasan kepada mereka tentang hidup dan kehidupan," ujar Hening.

Ia menyampaikan bahwa saat seseorang membuka wawasannya maka orang itu akan lebih bijak dalam mengambil keputusan.

Pasalnya, lingkungan yang positif dan hangat dapat membawa dampak positif pula untuk lingkungan sekitar kita.

Baca juga: Trending #Atta, Kenapa Pengguna Twitter Ramai-ramai Blokir Atta Halilintar?

Agar korban stres atau depresi bisa sembuh, butuh pendekatan psikologis dan pemeriksaan lebih lanjut agar bisa memperoleh perawatan yang tepat sesuai kondisi fisik dan psikologisnya.

"Secara ekonomi si ibu sangat sulit untuk membiayai kebutuhan hidup apalagi membiayai kesehatan ank-anaknya, harusnya hal ini menjadi perhatian dinas sosial dan dinas kesehatan setempat," ujar Hening.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com