KOMPAS.com - Di dunia ini, tak cuma kunang-kunang yang bisa berpendar atau bersinar saat gelap. Siput juga bisa melakukannya.
Hal ini diungkap oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Nova Mujiono dalam artikel yang terbit di National Geographic edisi (21/12/2011).
Nova menerangkan, kemampuan makhluk hidup untuk berpendar dinamakan bioluminesensi. Ini adalah fenomena emisi cahaya yang dihasilkan makhluk hidup karena adanya reaksi kimia.
2.500 tahun lalu, Aristoteles juga mencatat fenomena bioluminesensi pada ikan dan tinta sotong yang menghasilkan cahaya.
Baca juga: Serba Serbi Hewan: Kenapa Simpanse Suka Melempar Kotoran ke Manusia?
Seorang ahli serangga Jepang bernama Dr Yata Haneda disebut Nova pernah meneliti fenomena bioluminesensi pada siput Quantula striata.
Siput Q. striata merupakan siput tanah tropis berukuran sedang yang banyak dijumpai di Singapura, Malaysia, Kamboja, Filipina, Fiji, dan beberapa pulau di Rhio Archipelago.
Siput ini memiliki cangkang cukup besar dan tebal, dengan tinggi 15-18 milimeter dan lebar 21-25 milimeter.
Orang yang pertama kali menemukan siput Q. striata adalah John Edward Gray pada 1834 di Singapura.
Dalam penelitian Haneda, terungkap bahwa siput itu bisa berpendar. Cahaya yang dikeluarkan berwarna hijau kekuningan dan bisa memedar selama setengah detik.
Sementara panjang spektrum gelombang cahaya mencapai 515 nano meter.
Menurut ahli, cahaya ini diproduksi oleh organ Haneda alias kelompok sel raksasa berdiameter 0,5 milimeter yang terletak pada bagian bawah siput.
Kemampuan berpendar ini dikontrol oleh aktivitas syaraf. Sedangkan pendaran cahaya muncul saat siput bergerak dan makan.
"Siput dewasa dan muda memiliki kemampuan berpendar," ungkap Nova.
Baca juga: Serba Serbi Hewan: Burung Sudah Bicara Bahkan Sebelum Lahir ke Dunia
Fungsi pendaran cahaya juga digunakan sebagai komunikasi antarindividu.
Apabila siput meliput pendaran cahaya kawannya, dia akan mendekatinya. Makin dekat jarak keduanya, frekuensi pendaran cahaya akan meningkat.
Dengan cara ini mereka berkomunikasi dan berkelompok untuk mencari berbagai sumber makanan dan mencari pasangan kawin.
Sumber: National Geographic (Bambang Priyo Jatmiko)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.