Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/08/2019, 12:50 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber

KOMPAS.com - Di dunia ini, tak cuma kunang-kunang yang bisa berpendar atau bersinar saat gelap. Siput juga bisa melakukannya.

Hal ini diungkap oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Nova Mujiono dalam artikel yang terbit di National Geographic edisi (21/12/2011).

Nova menerangkan, kemampuan makhluk hidup untuk berpendar dinamakan bioluminesensi. Ini adalah fenomena emisi cahaya yang dihasilkan makhluk hidup karena adanya reaksi kimia.

2.500 tahun lalu, Aristoteles juga mencatat fenomena bioluminesensi pada ikan dan tinta sotong yang menghasilkan cahaya.

Baca juga: Serba Serbi Hewan: Kenapa Simpanse Suka Melempar Kotoran ke Manusia?

Seorang ahli serangga Jepang bernama Dr Yata Haneda disebut Nova pernah meneliti fenomena bioluminesensi pada siput Quantula striata.

Siput Q. striata merupakan siput tanah tropis berukuran sedang yang banyak dijumpai di Singapura, Malaysia, Kamboja, Filipina, Fiji, dan beberapa pulau di Rhio Archipelago.

Siput ini memiliki cangkang cukup besar dan tebal, dengan tinggi 15-18 milimeter dan lebar 21-25 milimeter.

Orang yang pertama kali menemukan siput Q. striata adalah John Edward Gray pada 1834 di Singapura.

Dalam penelitian Haneda, terungkap bahwa siput itu bisa berpendar. Cahaya yang dikeluarkan berwarna hijau kekuningan dan bisa memedar selama setengah detik.

Sementara panjang spektrum gelombang cahaya mencapai 515 nano meter.

Menurut ahli, cahaya ini diproduksi oleh organ Haneda alias kelompok sel raksasa berdiameter 0,5 milimeter yang terletak pada bagian bawah siput.

Kemampuan berpendar ini dikontrol oleh aktivitas syaraf. Sedangkan pendaran cahaya muncul saat siput bergerak dan makan.

"Siput dewasa dan muda memiliki kemampuan berpendar," ungkap Nova.

Baca juga: Serba Serbi Hewan: Burung Sudah Bicara Bahkan Sebelum Lahir ke Dunia

Fungsi pendaran cahaya juga digunakan sebagai komunikasi antarindividu.

Apabila siput meliput pendaran cahaya kawannya, dia akan mendekatinya. Makin dekat jarak keduanya, frekuensi pendaran cahaya akan meningkat.

Dengan cara ini mereka berkomunikasi dan berkelompok untuk mencari berbagai sumber makanan dan mencari pasangan kawin.

Sumber: National Geographic (Bambang Priyo Jatmiko)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com