KOMPAS.com - Kualitas udara di Jakarta buruk tidak hanya pada siang hari, tapi juga malam hari saat minim aktivitas. Banyak warga Jakarta menyadari hal ini, dan mereka mempertanyakan sumber polutan selain asap kendaraan.
Berdasar data stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) untuk mengukur Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di ibu kota, salah satunya ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sempat menunjukkan kualitas udara Jakarta tidak sehat, dengan angka PM 2,5 di atas 100 mikrogram/meter kubik
Kepala Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Herman Hermawan mengatakan, kontribusi sumber polutan di DKI Jakarta bervariasi, mulai dari kendaraan bermotor sampai industri.
Menurut data Pemprov DKI Jakarta, sebanyak 75 persen transportasi darat menyumbang polusi udara. Sementara sisanya bersumber dari pembakaran industri, pembakaran domestik, dan pembangkit listrik dan pemanas.
"Industri yang mengungkung DKI dapat dikategorikan sebagai sumber (polutan) besar (large point source), termasuk PLTU yang notabene bahan bakarnya batubara," ujar Herman saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (31/7/2019).
Baca juga: Para Ahli di Dalam dan Luar Negeri Sepakat, Polusi Udara Mematikan
Berkaitan dengan kualitas udara Jakarta, Herman mengaku PLTU tidak bisa langsung dituding sebagai pemicu kotornya udara Jakarta. Sebab, posisi beberapa PLTU ada di pinggir pantai dengan cerobong yang tinggi, di mana kondisi cuaca akan sangat membantu proses pengenceran zat pencemar.
"Jadi perlu perhitungan, apakah PLTU signifikan mencemar Jakarta," ujar Herman.
Di sisi lain, Herman mengatakan, sumber polusi udara dari transportasi darat atau kendaraan bermotor bersifat sebagai line source, di mana zat pencemar langsung terkonsentrasi di daerah padat lalu lintas.
Kemudian, ada juga O3 atau ozon yang berperan menjadi parameter kritis pada pelaporan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
"Secara teoritis, parameter O3 yang merupakan parameter sekunder, akan terbentuk pada saat konsentrasi Hidrokarbon dan NO2 (Nitrogen Dioksida) tinggi," ujar Herman.
Perlu diketahui, tingginya konsentrasi Hidrokarbon dan NO2 berhubungan dengan kendaraan bermotor.
Selain itu, pada saat musim kemarau, di mana tidak ada hujan dan tidak terjadi "pencucian" oleh alam mengakibatkan emisi gas dari proses pembakaran bahan bakar dari knalpot akan mengisi atmosfer bawah DKI Jakarta, terutama di lokasi-lokasi padat lalu lintas.
"Emisi knalpot tidak hanya gas SOx (Sulfur Oksida), NOx (Nitrogen Oksida), tapi juga PM 10 dan PM 2,5," ujar Herman.
Menurut KLHK, parameter ISPU terdiri dari partikulat (PM10), Karbon Monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), dan Ozon (O3).
Selain itu, Herman menyampaikan bahwa apabila pemerintah meletakkan alat sampling (untuk mengukur ISPU) di lokasi-lokasi padat lalu lintas, dipastikan muncul kondisi dari zat pencemar.
Baca juga: Soal Polusi Udara Jakarta Buruk Saat Malam, Begini Kata BMKG
"Pasti akan terlihat kondisi zat pencemar tinggi, karena peletakan alat sampling berdekatan dengan sumber," ujar Herman.
Herman menyarankan agar lokasi sampling ambien seyogyanya di pemukiman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.