"Saya konsultasi dengan temas senior di Indonesia, mereka bilang Indonesia luas, megafault belum perlu. Mereka sarankan untuk pilih tsunami saja yang banyak di Indonesia," imbuh Widjo.
Sejak saat itulah Widjo mulai mendalami tsunami.
Meraih gelar master dan pulang ke Indonesia pada 2004, di tahun yang sama pada 26 Desember, Aceh dilumpuhkan oleh tsunami besar dengan ketinggian mencapai 30 meter.
Peristiwa ini menewaskan 230.000 sampai 280.000 jiwa dari 14 negara dan menenggelamkan sejumlah permukiman di pesisir.
"Di situ saya mulai sibuk sekali dengan kajian pasca tsunami, dengan teman-teman dari luar negeri maupun dalam negeri," ungkap dia.
"Saat itu saya mulai sadar, ilmu ini menarik tapi kenapa di Indonesia baru hitungan (jari)," imbuh Widjo.
Di titik ini pula, mempelajari tentang tsunami adalah passion untuk Widjo. Dia beranggapan, ilmu ini sangat dibutuhkan masyarakat luas, ditambah lagi 50-60 persen pemukiman di Indonesia ada di pesisir pantai.
"Mereka terancam sebenarnya, by historical data maupun saat kejadian di Aceh. Di Aceh itu, saya melihat langsung, saya beberapa kali survei di sana dan ikut menemani mereka," ungkap Widjo.