Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Jangan Cuma Cemas, Lakukan Ini...

Kompas.com - 21/07/2019, 20:00 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Viral potensi tsunami selatan jawa tak selayaknya ditanggapi dengan panik berlebihan. Namun begitu, para ahli dan badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyarankan agar viral pesan ini bisa jadi penggugah untuk mulai langkah mitigasi.

Kepala Bidang Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, mengungkapkan bahwa isu tsunami selatan jawa telah berkali-kali viral. Tahun 2017, kajian potensi tsunami selatan Jawa bahkan sempat memicu upaya kriminalisasi pada peneliti.

Meski demikian, Daryono belum melihat pemerintah dan publik belajar dari kajian yang telah disebarluaskan. "Bolak balik hanya kagetan, gumunan. Tidak berbuah langkah mitigasi," demikian ungkapnya kepada Kompas.com, Sabtu (20/7/2019).

Ahli tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Abdul Muhari, menuturkan bahwa di tengah minimnya dukungan dari pemerintah dalam mitigasi gempa maupun tsunami, masyarakat bisa memulai langkah kecil di tingkat komunitas untuk mengupayakan keselamatannya.

"Paling tepat dalam situasi sekarang adalah dengan merancang jalurt evakuasi mandiri di tiap RT sekiranya lokasi RT ada di pinggir pantai," ungkap Abdul yang dihubungi Kompas.com, Minggu (21/7/2019). Jalur evakuasi bisa diupayakan dengan dana yang dimiliki desa.

Baca juga: Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, BMKG Tegaskan Mengungsinya Bukan Sekarang

Abdul menuturkan, langkah desa-desa di Pacitan dalam membangun jalur evakuasi mandiri bisa ditiru. Mengawali dengan dana yang diterima dari pemerintah, masyarakat di sana bisa meneruskan dengan memakai dana sendiri, bersumber dari wisata vegetasi berbasis mitigasi bencana yang dikelola.

"Untuk Pacitan anggaran yang digunakan lebih banyak dari hasil kelola pariwisata pantai dibandingkan dana desa. Karena sekarang Pantai Teleng Ria setelah ditanami vegetasi cemara menjadi salah satu obyek wisata andalan yang dikelola masyarakat," urainya.

Masyarakat juga bisa merancang sebuah shelter tsunami yang bisa dipakai sebagai tempat berlindung sementara kala bencana datang. Namun demikian, shlter punya permasalahannya sendiri sebab hingga kini para ahli pun masih membicarakan tentang ketahanan bangunan yang diperlukan.

Shelter bisa juga lokasi yang lebih tinggi. "Jika memanfaatkan saja kondisi yang ada, maka paling tidak harus berjalan menjauhi pantai setidaknya selama 20 menit atau berlari setidaknya 10 menit, dengan asumsi itu sudah menjauhi pantai sejauh 1 kilometer," ungkap Abdul.

Baik jalur evakuasi mandiri maupun shelter tsunami sebaiknya jauh dari alur sungai. Ini karena gelombang tsunami berpotensi masuk ke sungai lewat muara. Jika diperlukan jarak aman yang lebih, masyarakat bisa bekerjasama membuat jalur evakuasi dan shelter hingga sejauh 3 kilometer.

Baca juga: Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Bagaimana Para Ahli Menentukannya?

Kenali Karakter Tsunami

Secara geologis, Indonesia sangat kompleks. Jadi, gempa dan tsunaminya juga sangat beragam. Gempa dan tsunami selatan Jawa bisa punya karakteristik yang berbeda dengan yang terjadi di barat Sumatera seperti pada 2004 di Aceh.

Dari sekian ragam yang mungkin terjadi, gempa dan tsunami di selatan Jawa bisa dibagi dua jenis. Pertama adalah yang gempanya terasa. Ini seperti tsunami di Banyuwangi pada 3 Juni 1994 yang didahului gempa M 7,8 di Samudera Hindia, zona subduksi.

"Tidak berselang lama setelah gempa, wilayah pantai selatan Jawa Timur dilanda tsunami destruktif. Tsunami menimbulkan kerusakan di pantai Banyuwangi hingga Tulungagung. Jumlah korban meningal akibat tsunami ini mencapai 223 orang, 15 orang hilang," urai Daryono.

Tsunami tipe kedua adalah yang dipicu oleh gempa lamban. Seperti namanya, gempa lamban tidak terasa dan efeknya pun lama. Gempa seperti ini pernah terjadi di Jawa pada 17 Juli 2006 dengan magnitudo 7,7 dan memicu tsunami di Pangandaran.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau