KOMPAS.com - Data AirVisual situs penyedia peta polusi online harian kota-kota besar di seluruh dunia, pada Kamis (25/7/2019) pukul 6.00 WIB menunjukkan Jakarta memiliki Nilai Indeks Kualitas Udara (AQI) 201 atau masuk dalam kategori sangat tidak sehat. Kemudian pada pukul 9.00 WIB sudah mulai turun menjadi 158 dan masuk dalam kategori tidak sehat.
Meski sudah turun, kualitas udara di Jakarta masih berada di urutan nomor 4 terburuk di dunia setelah Dubai-UEA, Krasnoyarsk-Rusia, dan Astana-Kazakhstan.
Pengukuran AQI AirVisual ini berdasar alat pengukur yang ada di Kedubes AS, Jakarta.
Selain mengandalkan data AirVisual, ibu kota baru memiliki lima stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) untuk mengukur Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di ibu kota.
Salah satunya ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Bahkan sehjak semalam, data ISPU KLHK menunjukkan kualitas udara Jakarta tidak sehat.
Baca juga: Selain Lidah Mertua, Pemprov DKI Punya 3 Ide Lain Atasi Polusi Udara
"Data KLHK pun, (bisa dilihat di link http://iku.menlhk.go.id/aqms/pm25) sejak jam 12.00 malam tadi menunjukkan (udara) tidak sehat dengan angka PM 2,5 di atas 100 ug/m3," ujar Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia, kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Kamis (25/72/2019).
Kemudian pada pukul 9.00 WIB, update ISPU KLHK GBK Jakarta menunjukkan kualitas udara ibu kota dalam kondisi sedang.
Nah, terkait kualitas udara yang ternyata memburuk sejak jam 24.00 WIB, Bondan menduga ini ada kaitannya dengan cuaca.
"Selain cuaca, bisa jadi kalau asumsinya di jam tersebut tidak ada kendaraan (tidak macet) artinya, ada sumber pencemar lain. DKI kan juga bilang kalau selain transportasi ada sumber lain," ungkap Bondan.
Berkaitan dengan cuaca yang mungkin menjadi penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta sejak tadi malam, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta pernah mengeluakan data bahwa ada empat sumber pencemar udara ibu kota.
Sementara untuk dugaan cuaca memengaruhi kualitas udara di Jakarta pada malam hari, Bondan meminta Kompas.com untuk menanyakan langsung ke BMKG.
"Kalau dugaan yang cuaca, baiknya BMKG sih yang menjawab karena mereka yang punya data," imbuh Bondan.
Namun, hingga berita ini ditayangkan, BMKG belum memberikan jawaban atas hal tersebut. Perkembangan terbaru akan segera kami sampaikan.
Masih menurut keterangan KLHK, ISPU dengan angka 0-50 menunjukkan kualitas udara baik, 51-100 artinya sedang, 101-199 berarti tidak sehat, 200-299 sangat tidak sehat, dan lebih dari 300 berbahaya.
Menurut KLHK, ISPU adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup lain.
ISPU diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), dan data ISPU diperoleh dari pengoperasian Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) ambien otomatis.
Parameter ISPU sendiri terdiri dari partikulat (PM10), Karbon Monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan Ozon (O3).
Berdasar keterangan laman airnow.gov, penghitungan AQI berdasarkan lima polutan udara utama, yakni ozon tingkat dasar, polusi partikel, karbon monoksida, sulfur dioksida, dan nitrogen dioksida.
Dalam hal ini, partikel ozon dan udara di permukaan tanah merupakan dua polutan yang menimbulkan ancaman terbesar bagi kesehatan manusia.
Nilai AQI mulai dari 0 sampai 500. Semakin tinggi nilai AQI, artinya semakin besar tingkat polusi udara dan semakin besar masalah kesehatan yang bisa ditimbulkan.
Jika nilai AQI berada di bawah 100, ini sudah sesuai dengan standar kualitas udara untuk polutan dan aman untuk kesehatan. Namun jika sudah di atas 100, udara dianggap sebagai masalah bagi kelompok orang tertentu yang sangat sensitif.
Perlu digarisbawahi, situs ini mengukur indeks standar pencemaran udara (ISPU) di kota-kota besar dunia, dengan alat pemantau yang dipasang di kompleks Kedutaan Besar AS di tiap negara. Artinya, data yang dipantau secara real time dapat berubah setiap saat.
Baca juga: Polusi Jakarta Parah, Jangan Berharap Sehat dengan Pakai Masker Kain Murah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.