Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sutopo dan #SuaraTanpaRokok Benar, Hal Mengerikan Ini Dialami Perokok Pasif

Kompas.com - 11/07/2019, 10:12 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber Cancer.org

KOMPAS.com - Kepulangan Sutopo, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB menggugah para warganet meramaikan tagar #SuaraTanpaRokok.  

Perjalanan pria asal Boyolali itu selama 1,5 tahun melawan kanker paru-paru bukanlah hal mudah. Apalagi Sutopo bukanlah perokok aktif.

"Untuk anak muda, terutama anak-anak, jangan merokok. Tidak ada orang akan menilai, dia akan kelihatan gagah kalau merokok. Seperti iklan-ikan itu, itu sangat menyesatkan. Stoplah merokok. Ingat, bukan Anda, tapi untuk keluarga Anda, istri Anda, suami Anda, anak-anak Anda, dan sebagainya," ucap Sutopo dalam sebuah video yang tersebar luas di internet.

Pesan terakhir Sutopo untuk kita, benar. Asap rokok yang mengudara akan sangat merugikan orang lain di sekitar Anda.

Baca juga: Kanker Paru yang Diidap Sutopo Beri Catatan Bagi Perokok Pasif Indonesia

Dalam penjelasan laman resmi American Cancer Society, para perokok pasif sebenarnya menghirup dua jenis asap dari pembakaran tembakau.

Pertama, asap yang dihembuskan perokok aktif. Kedua, jenis asap dari ujung rokok atau cerutu yang memiliki konsentrasi tinggi agen penyebab kanker (karsinogen) dan lebih toksik dibanding asap biasa.

Jenis asap kedua ini memiliki partikel lebih kecil dibanding asap pertama yang dihembuskan langsung oleh perokok, sehingga lebih mudah masuk ke paru-paru dan sel-sel tubuh lain.

"Ketika non-perokok terpapar kedua jenis asap ini, mereka disebut perokok pasif. Mereka (perokok pasif) juga mengisap nikotin dan bahan kimia beracun sama halnya seperti perokok aktif," tulis American Cancer Society dalam laman resminya www.cancer.org.

Perokok pasif berisiko terkena kanker dan penyakit lain

Banyak studi membuktikan asap rokok dapat menyebabkan kanker. Ini karena ada lebih dari 7.000 bahan kimia di dalam rokok, dan 70 di antaranya dapat menyebaban kanker.

Selain kanker paru-paru, perokok pasif orang dewasa juga berisiko terkena kanker laring (pita suara), kanker faring (tenggorokan), sinus hidung, kanker otak, kanker kandung kemih, kanker dubur, kanker perut, dan kanker payudara.

Pelaku perokok pasif bukan hanya orang dewasa, tapi juga anak kecil yang tak bisa mengindari paparan asap rokok di rumah.

Studi menunjukkan, anak-anak yang orangtuanya merokok lebih rentan sakit, memiliki lebih banyak infeksi paru-paru seperti bronkitis dan pneumonia, lebih mudah batuk dan sesak napas, juga lebih mungkin mengalami infeksi telinga.

Selain hal itu, perokok pasif anak-anak juga berisiko mengalami serangan asma atau memperburuk gejala asma.

"Beberapa risiko itu mungkin kecil, tapi hal ini dapat berkembang dengan cepat. Pikirkan pengeluaran, kunjungan dokter, obat-obatan, kehilangan waktu sekolah, dan sering kehilangan waktu kerja untuk orang tua yang harus tinggal di rumah dengan anak yang sakit. Dan ini tidak termasuk ketidaknyamanan yang dialami anak," ujar laman tersebut.

Pada anak-anak yang sangat muda, SHS juga meningkatkan risiko masalah yang lebih serius, termasuk sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).

"Perokok pasif sangat mungkin mengalami penyakit lain, hingga kematian," imbuh ahli.

Tanpa disadari, asap yang dihirup perokok pasif dapat memengaruhi fungsi jantung dan pembuluh darah sehingga meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke bagi yang tidak merokok.

Baca juga: 5 Cara Turunkan Risiko Kanker Paru, Penyakit yang Diidap Sutopo

Perokok pasif dan kesehatan mental.

Beberapa penelitian juga mengaitkan perokok pasif dengan perubahan mental dan emosional. Misalnya, paparan yang dihirup perokok pasif terkait dengan gejala depresi.

Meski begitu memang masih diperlukan lebih banyak studi untuk menjelaskan hubungan antara perokok pasif dengan kesehatan mental.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Cancer.org
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com