Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Muda dan Rajin Olahraga, Kok Bisa Kena Serangan Jantung?

Kompas.com - 05/07/2019, 09:26 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Serangan jantung yang biasanya terjadi pada orang tua, kini juga mengancam generasi muda. Ternyata, ada pergeseran dalam pola penyakit jantung koroner.

Serangan jantung pertama kini makin banyak diderita orang dengan usia 30-an. Banyak juga penderita sakit jantung yang sehat-sehat saja dan tidak punya riwayat penyakit apapun dalam keluarganya.

"Banyak juga pasien-pasien saya usia 30 tahun, 32 tahun sudah mengalami toleransi glukosa terganggu. Kalau normalnya kurang dari 100, ini sudah 110-120," kata dokter jantung Rumah Sakit Universitas Indonesia dr. Ratih Febriani di Depok, Kamis (4/7/2019).

Ratih menduga, pergeseran usia penderita jantung koroner dikarenakan pola konsumsi masyarakat yang berubah. Makanan dan minuman manis yang berlebihan bisa menambah risiko seseorang terkena penyakit jantung.

Baca juga: Bagaimana Obesitas Bisa Berujung ke Serangan Jantung?

"Dulu enggak tergantung sama gula, sekarang makin hari makin banyak minuman olahan, terutama yang mengandung gula putih. Ini perannya besar sekali," ujar Ratih.

Ratih mengatakan bahwa kondisi yang terasa sehat dan aktivitas olahraga yang cukup tak berarti menyelamatkan orang dari risiko penyakit jantung. Satu-satunya cara memastikan Anda terbebas dari penyakit jantung, yakni dengan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan atau medical check-up (MCU).

"Itu lah pentingnya MCU, bisa mendeteksi faktor risiko," kata Ratih.

Faktor risiko yang dimaksud meliputi kolestrol, gula darah dan tekanan darah. Ketiga faktor ini selalu menjadi biang kerok penyumbatan pembuluh darah yang berujung pada serangan jantung.

Baca juga: Merasa Masuk Angin? Waspada Serangan Jantung

Hal yang sama diungkapkan oleh dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Universitas Indonesia dr. Dian Zamroni, Sp.JP(K). Dia menyebut bahwa faktor risiko jantung koroner terbagi menjadi dua. Ada faktor yang tak bisa dielak seperti riwayat keluarga, kebetulan terlahir laki-laki, dan faktor usia

"Laki-laki lebih berisiko, karena perempuan mengalami menstruasi dan menghasilkan hormon estrogen yang bersifat protektif terhadap pembuluh darah," kata Dian.

Faktor kedua, kata Dian, lebih bisa diatur. Faktor yang dimaksud meliputi hipertensi, kebiasaan merokok, kolestrol tinggi, kegemukan, kurang olahraga, dan diabetes melitus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau