KOMPAS.com - Beberapa waktu belakangan, media sosial diramaikan dengan foto seorang pria yang ingin menjual ginjalnya untuk biaya pengobatan sang anak. Fenomena seperti ini bukan pertama ditemui.
Sebelumnya, video seorang perempuan menawarkan ginjal demi membayar pengobatan sang suami juga menarik perhatian khalayak. Dua contoh ini saja menunjukkan bahwa banyak orang berpikir mendonorkan ginjal dengan mudahnya.
Namun, benarkah demikian?
Ahli penyakit dalam ginjal-hipertensi FK UI, dr Tinggul Situmorang SpPD-KGH menegaskan perlunya meluruskan niat untuk mendonorkan ginjal. Tunggul menyebut, orang harus memiliki niat altruistik sehingga tidak mengharapkan imbalan dari pendonoran ginjalnya.
Setelah niatnya mendonor sudah tepat, Tunggul mengatakan perlunya pemeriksaan medis sebelum seseorang mendonorkan ginjal.
Baca juga: Dokter: Jual Ginjal dan Organ Tubuh Lain Haram Hukumnya, Kenapa?
"Harus di-screening. Dia (pendonor) harus sehat dan sesudah mendonorkan ginjalnya, harus tetap sehat menurut medis," ungkap Tunggul melalui sambungan telepon, Kamis (04/07/2019).
"Ya, nggak ada jaminan. Tapi harus bisa dibuktikan (secara medis) bisa hidup normal dengan satu ginjal," sambungnya.
Sama seperti mendonorkan organ tubuh lainnya, ada sejumlah kecocokan yang harus dipenuhi oleh pendonor dengan orang yang akan menerima ginjal.
"Pertama, yang lebih baik, tentu adalah golongan darahnya cocok," ujar Tunggul.
"Tetapi sekarang ilmu pengetahuan sudah boleh juga biarpun tidak cocok," imbuhnya.
Nantinya, ginjal dari pendonor yang tidak memiliki kecocokan golongan darah akan direkayasa agar bisa diterima oleh penerima donor.
"(Dalam golongan darah) ada juga yang disebut HLA atau human leukocyte antigen. Itu yang selalu dibilang cocok atau tidak," tutur Tunggul.
"Ada pemeriksaan kecocokan itu (HLA). Ada yang cocok betul, ada yang cocok sebagian, ada yang tidak cocok," tegasnya.
Meski lebih baik memiliki HLA yang cocok. Tapi, menurut Tunggul, ilmu pengetahuan saat ini memungkinkan untuk transplantasi tanpa kecocokan tersebut.
"Itu sekarang tidak menjadi kendala utama lagi. Bukan kendala utama artinya, itu sudah bisa (diatasi) dengan obat-obatan," tegas Tunggul.