Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter: Jual Ginjal dan Organ Tubuh Lain Haram Hukumnya, Kenapa?

Kompas.com - 04/07/2019, 12:28 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Sebuah foto viral di media sosial memperlihatkan seorang pria menawarkan ginjal untuk biaya pengobatan anaknya yang sedang mengidap tumor otak.

Pria bercelana pendek yang belakangan diketahui bernama Eli Kristanto (59), berdiri di pintu masuk Pelabuhan Tanjung Balai Karimun sambil membawa kertas berukuran besar yang digantung di leher. Kertas itu bertuliskan "Jual Ginjal. Saya Jual Ginjal Saya Untuk Pengobatan Anak Saya Sakit Tumor Otak".

Keinginan jual ginjal atau organ tubuh untuk menyelesaikan persoalan ekonomi, tak hanya dialami Eli. Forum-forum di berbagai belahan dunia juga banyak yang menulis keinginan menjual organ tubuh.

Namun bisakah organ tubuh dijual atau apakah seorang pendonor dapat diberi upah bila memberikan organnya?

Baca juga: Viral Seorang Ayah Tawarkan Ginjal untuk Biaya Pengobatan Tumor Otak Anaknya

Ahli penyakit dalam ginjal-hipertensi FK UI, dr Tunggul Situmorang SpPD-KGH menegaskan, jual beli ginjal dan organ tubuh apapun tidak dibenarkan dan dilarang keras.

"(Jual beli organ) haram hukumnya," tegas Tunggul melalui sambungan telepon, Kamis (4/7/2019).

"Enggak boleh. Di seluruh dunia, jual beli organ dilarang. Di kita (Indonesia) melanggar Undang Undang, belum lagi melanggar moral. Jadi profesi (dokter) tidak pernah menyetujui apapun alasannya jual beli organ," jelas Tunggul.

Ini artinya, tidak ada imbalan berupa uang bagi orang yang mendonasikan ginjal untuk orang lain.

"Kalau ada unsur jual beli (organ) atau paksaan, itu pasti tidak boleh," imbuh dia.

Aturan ini cukup ketat berlaku di Indonesia. Pasalnya, bagi pendonor yang bukan keluarga akan dilakukan proses pengecekan menyeluruh bagi pendonor.

Bukan hanya pengecekan kesehatan sebelum transplantasi, tapi juga untuk memastikan bahwa pendonor benar-benar melakukannya secara sukarela tanpa paksaan, atas dasar kemanusiaan.

"Secara medis discreening dengan ketat untuk memastikan apakah dia suitable donor. Artinya sesudah mendonorkan organ dia tidak rugi secara medis, hidupnya masih bisa tetap normal," papar Tunggul.

"Namun sebelum screening medis, jika pendonor bukan saudara kandung maka dilihat dulu motivasi (mendonor organ) apa. Ini dilakukan tim advokasi transplantasi," imbuh dia.

Baca juga: Dokter Bongkar Mitos Obat Diabetes Berbahaya bagi Ginjal

Lantas, bagaimana prosedur mendapatkan dan mendonorkan organ?

Sejauh ini di Indonesia pihak keluarga penerima donor yang membawa pendonor ke rumah sakit. Pendonor bisa merupakan anggota keluarga atau orang lain yang memiliki kecocokan.

"Sekarang ini yang menyelenggarakan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Jadi yang sakit yang mencari donor, didaftarkan di sana (RSCM), kemudian itu (organ) discreening oleh tim advokasi transplantasi bahwa tidak ada unsur jual beli dan paksaan. Sesudah lolos, pendonor diperiksa kesehatannya apakah layak jadi pendonor, tidak membahayakan diri dan bermanfaat bagi penerima," jelas Tunggul.

Sebagai informasi, saat ini Indonesia sudah membentuk Komite Transplantasi Organ dan Jaringan Nasional. Nantinya jika komite yang dibentuk Kemenkes ini sudah benar-benar siap, maka masyarakat yang memerlukan donor organ atau ingin mendonorkan organ dapat mendaftar di sini. Diharapkan ke depan proses transplantasi akan lebih cepat dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com