KOMPAS.com - Memasuki 2019, populasi orangutan di Pulau Kalimantan semakin berkurang. Jika sebelumnya status populasinya genting, kini keberadaan orangutan di Kalimantan memasuki tahap kritis.
"Dulu kita bisa bilang Kalimantan masih aman. Populasinya antara 35.000-55.000. Tapi setelah survei naik lagi (keparahannya), sekarang sama dengan Sumatera, kritis," kata pakar orangutan Universitas Indonesia Rondang Siregar ditemui di Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2019).
Status kritis atau critically endangered ini ditetapkan oleh International Union for Conservation of Nature. Sumatera telah lebih dulu menyandang status ini.
Penyebab jatuhnya populasi orangutan, kata Rondang, masih masalah klasik. Hidup orangutan terancam sebab habitatnya dirampas untuk kepentingan manusia. Pada tahun 2017 saja, laju deforestasi masih di kisaran 97.000 hektar. Deforestasi membuat habitat orangutan terfragmentasi.
Baca juga: Menelusuri Hutan Batang Toru, Mencari Sosok Orangutan Tapanuli
"Karena terpotong-potong akhirnya keluar dan berkonflik dengan manusia," ujar Rondang.
Di Kalimantan, perburuan dan perdagangan satwa liar juga marak dilakukan. Padahal, orangutan sudah jelas dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekososistemnya.
"Dulu harganya Rp 500.000 pas keluar hutan. Kalau sudah di pelabuhan, stasiun, terminal, bisa sampai jutaan. Pasti ada saja," kata Rondang.
Akibat kehilangan habitat dan perburuan liar, populasi orangutan menurun drastis hingga 50 persen selama 20 tahun terakhir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.