Membawa ke Indonesia
Tahun 2006 juga, Harry kembai ke Indonesia. Dia mendirikan rumah sakit di Cinere, Jakarta Selatan. Dan dia melihat kenyataan bahwa kendala pengobatan di Indonesia tidak cuma soal teknologi, tetapi juga administrasi. "Suatu kali saya tidak bisa operasi karena pasien tidak bisa bayar DP rumah sakit," katanya.
Baca juga: Selain Semut Charlie Alias Tomcat, Inilah 7 Serangga Paling Berbahaya
Kejadian itu memotivasinya mendirikan Yayasan Kardiovaskuler. Yayasannya menampung sumbangan dari dokter, lembaga riset, dan publik di Belanda sekaligus uang upah yang diterimanya lewat sejumlah kuliah umum ataupun proyek riset.
"Yayasan itu khusus saya dirikan agar penderita serangan jantung akut yang tidak mampu membayar untuk pemasangan ring tetap bisa mendapatkan tindakan segera," ujar dokter yang meraih gelar doktor di Erasmus Universiteit Rotterdam pada 1988 ini.
Dengan adanya funding itu pun, Harry masih harus bekerja keras. Pasalnya, rumah sakit jantung saat itu tidak beroperasi 24 jam. Ini menyulitkan langkahnya menyelamatkan pasien. Akhirnya, dia dan sejumlah dokter rela lembur kala ada pasien yang segera perlu ditandangi.
Harry mengaku, adanya BPJS sangat membantu pelayanan serangan jantung. Di rumah sakitnya yang kini melakukan lebih dari 100 tindakan pemasangan stent dan kateterisasi dalam sebulan, pasien mendapat kemudahan perawatan jika memiliki BPJS.
Tantangan penanganan serangan jantung saat ini justru datang dari pasien. "Banyak yang datang berhari-hari setelah serangan. Mereka tidak sadar telah mengalaminya. Merasa hanya masuk angin. Oleh karena itu sekarang yang perlu dilakukan adalah edukasi publik," katanya.
Baca juga: Katak Raksasa sampai Orangutan Tapanuli, 5 Bukti Kekayaan Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.