Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Cacar Monyet Belum Ada Obatnya, tetapi Bisa Sembuh Sendiri

Kompas.com - 22/05/2019, 17:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Erni Juwita Nelwan


MASYARAKAT Indonesia dikejutkan oleh berita dari Singapura tentang virus cacar monyet (monkey pox) di negara tetangga tersebut.

Otoritas kesehatan Singapura kini menerapkan waspada tingkat tinggi terhadap kemungkinan telah terjadi penularan penyakit tersebut setelah ditemukan bukti bahwa seorang warga Nigeria yang mengunjungi negara tersebut positif membawa virus cacar monyet.

Walau sampai kini belum ditemukan kasus tersebut di Indonesia, kita perlu mengetahui ihwal cacar monyet ini. Bahkan upaya pencegahan harus sudah segera dimulai. Pemerintah Kota Batam kini memperketat pengawasan pintu perlintasan dari Singapura.

Singapura merupakan negara keempat di dunia dan pertama di Asia, yang melaporkan kasus cacar monyet pada manusia. Negara lainnya adalah Amerika Serikat pada 2003 dan Inggris dan Israel tahun lalu.

Ulasan ini menjelaskan asal-usul virus ini dan bagaimana potensi ancaman penyakit ini pada negara kita yang berdekatan dengan Singapura.

Virus cacar monyet termasuk dalam virus orthopox, famili Poxviridae, bersama dengan cowpox/cacar sapi, [vaccinia]), dan variola (small pox/cacar).

Ada dua strain (jenis gen) virus cacar monyet yakni yang berasal dari Afrika Barat dan Kongo. Strain Afrika Barat kurang ganas dan menyebabkan sakit yang ringan pada hewan maupun manusia serta lebih jarang dapat menular ke manusia dibandingkan dengan varian dari Kongo.

Penyakit yang serupa dengan cacar monyet pada manusia adalah smallpox (cacar) disebabkan oleh virus variola dan penyakit ini telah berhasil diberantas dengan vaksinasi pada 1980. Gejala pada manusia akibat kedua virus tersebut sulit dibedakan. Akan tetapi perlu dipahami bahwa variola sudah tidak ada lagi karena keberhasilan vaksinasi tersebut.

Dari mana virus berasal?

Monkeypox adalah nama virus yang menyebabkan gangguan pada kulit berupa kemerahan yang berubah jadi vesikel (melenting) dan akhirnya menjadi krusta (mengelupas). Di Indonesia virus ini dikenal dengan nama virus cacar monyet. Ini merupakan penyakit zoonosis yakni penyakit pada binatang.

Pertama kali ditemukan pada 1958, virus ini menyerang sekelompok monyet yang menjadi subjek penelitian dalam suatu laboratorium di Kamerun. Sumber pembawa virus ini adalah tikus yang dikenal sebagai African rodent. Pada awalnya virus ini hanya dikenal di wilayah Afrika Tengah dan Barat.

Mengapa ditemukan di Afrika? Karena memang tikus yang mampu membawa virus ini ada di Afrika. Melalui gigitan tikus, virus ini dapat menyebabkan hewan target seperti monyet, sapi, kerbau, anjing dan mamalia lainnya menjadi sakit. Dari hewan tersebut penularan selanjutnya ke manusia dapat terjadi.

Laporan kasus virus pada manusia baru ada pada 1970-an pada seorang anak berusia sembilan tahun di Republik Demokratik Kongo yang awalnya dicurigai terkena smallpox (cacar) tapi kemudian terbukti terinfeksi monkey pox.

Untuk di luar Afrika, kasus pertama kali dilaporkan pada 2003 di Amerika Serikat pada manusia yang kontak dengan tikus, yang dikenal dengan nama prairie dogs. Gejala pada hewan tampak adanya sekret hidung (ingus) dan air mata yang berlebihan, terlihat sesak, terdapat limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening) disertai adanya kelainan kulit.

Peta tempat terjadinya kasus virus cacar monyet pada manusia periode 1970-2017. WHO

 

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau