Oleh Erni Juwita Nelwan
MASYARAKAT Indonesia dikejutkan oleh berita dari Singapura tentang virus cacar monyet (monkey pox) di negara tetangga tersebut.
Otoritas kesehatan Singapura kini menerapkan waspada tingkat tinggi terhadap kemungkinan telah terjadi penularan penyakit tersebut setelah ditemukan bukti bahwa seorang warga Nigeria yang mengunjungi negara tersebut positif membawa virus cacar monyet.
Walau sampai kini belum ditemukan kasus tersebut di Indonesia, kita perlu mengetahui ihwal cacar monyet ini. Bahkan upaya pencegahan harus sudah segera dimulai. Pemerintah Kota Batam kini memperketat pengawasan pintu perlintasan dari Singapura.
Singapura merupakan negara keempat di dunia dan pertama di Asia, yang melaporkan kasus cacar monyet pada manusia. Negara lainnya adalah Amerika Serikat pada 2003 dan Inggris dan Israel tahun lalu.
Ulasan ini menjelaskan asal-usul virus ini dan bagaimana potensi ancaman penyakit ini pada negara kita yang berdekatan dengan Singapura.
Virus cacar monyet termasuk dalam virus orthopox, famili Poxviridae, bersama dengan cowpox/cacar sapi, [vaccinia]), dan variola (small pox/cacar).
Ada dua strain (jenis gen) virus cacar monyet yakni yang berasal dari Afrika Barat dan Kongo. Strain Afrika Barat kurang ganas dan menyebabkan sakit yang ringan pada hewan maupun manusia serta lebih jarang dapat menular ke manusia dibandingkan dengan varian dari Kongo.
Penyakit yang serupa dengan cacar monyet pada manusia adalah smallpox (cacar) disebabkan oleh virus variola dan penyakit ini telah berhasil diberantas dengan vaksinasi pada 1980. Gejala pada manusia akibat kedua virus tersebut sulit dibedakan. Akan tetapi perlu dipahami bahwa variola sudah tidak ada lagi karena keberhasilan vaksinasi tersebut.
Monkeypox adalah nama virus yang menyebabkan gangguan pada kulit berupa kemerahan yang berubah jadi vesikel (melenting) dan akhirnya menjadi krusta (mengelupas). Di Indonesia virus ini dikenal dengan nama virus cacar monyet. Ini merupakan penyakit zoonosis yakni penyakit pada binatang.
Pertama kali ditemukan pada 1958, virus ini menyerang sekelompok monyet yang menjadi subjek penelitian dalam suatu laboratorium di Kamerun. Sumber pembawa virus ini adalah tikus yang dikenal sebagai African rodent. Pada awalnya virus ini hanya dikenal di wilayah Afrika Tengah dan Barat.
Mengapa ditemukan di Afrika? Karena memang tikus yang mampu membawa virus ini ada di Afrika. Melalui gigitan tikus, virus ini dapat menyebabkan hewan target seperti monyet, sapi, kerbau, anjing dan mamalia lainnya menjadi sakit. Dari hewan tersebut penularan selanjutnya ke manusia dapat terjadi.
Laporan kasus virus pada manusia baru ada pada 1970-an pada seorang anak berusia sembilan tahun di Republik Demokratik Kongo yang awalnya dicurigai terkena smallpox (cacar) tapi kemudian terbukti terinfeksi monkey pox.
Untuk di luar Afrika, kasus pertama kali dilaporkan pada 2003 di Amerika Serikat pada manusia yang kontak dengan tikus, yang dikenal dengan nama prairie dogs. Gejala pada hewan tampak adanya sekret hidung (ingus) dan air mata yang berlebihan, terlihat sesak, terdapat limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening) disertai adanya kelainan kulit.
Cara lain penularan virus cacar monyet ke manusia adalah melalui gigitan tikus Afrika yang telah terinfeksi virus ini atau memakan daging yang mengandung virus akibat tidak dimasak dengan sempurna.
Masa inkubasi penyakit ini juga sangat panjang (antara 5-21 hari). Sehingga bila seseorang terinfeksi, tanpa sadar bisa menularkan virus ini ke orang di sekitarnya selama 21 hari tanpa diketahui.
Gejala yang pertama muncul adalah demam, lalu diikuti adanya kelainan kulit yang muncul terlebih dahulu di daerah wajah. Kemerahan di wajah ini lalu melebar, melenting berisi cairan, kemudian berubah jadi berisi cairan keruh dan terakhir mengelupas.
Pasien yang dirawat perlu isolasi karena kelainan kulit itu sangat menular. Perawat harus menggunakan alat pelindung diri.
Gejala lainnya keluhan pernapasan dan adanya pembesaran kelenjar getah bening. Lama sakit berlangsung antara 2 sampai 4 minggu.
Kematian akibat infeksi virus cacar monyet pada manusia adalah 1-10% pada keadaan wabah. Infeksi cacar monyet pada manusia bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri.
Kondisi yang lebih berat banyak dijumpai pada pasien anak-anak. Komplikasi dapat berupa infeksi bakteri pada kulit, radang paru sampai terjadi kegagalan bernapas, kerusakan lapisan mata, kebutaan, sepsis (peradangan di seluruh tubuh karena infeksi) dan radang otak.
Dengan belum adanya kasus di Indonesia, maka paling penting adalah menjaga jangan sampai virus masuk melalui turis dari negara yang telah menyatakan ada cacar monyet.
Tugas ini dimulai dari pengawasan masuknnya orang oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan yang tersebar di seluruh Indonesia. Langkah ini telah dimulai di Batam yang berbatasan langsung dengan Singapura.
Cara paling mudah untuk mencurigai kasus adalah memantau kenaikan suhu menggunakan alat pengukur suhu otomatis. Apabila ada kecurigaan segera di karantina dan dievaluasi munculnya kelainan kulit atau gejala lainnya.
Karena tidak ada antivirus untuk cacar monyet, pengobatan diberikan sesuai gejala/simtomatik. Vaksinasi untuk penyakit ini belum tersedia. Bila sakitnya sangat berat ada pertimbangan untuk pemberian immunoglobulin atau antibodi pada penderita.
Erni Juwita Nelwan
Associate Professor Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Universitas Indonesia
Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia. Tulisan diambil dari artikel asli berjudul "Virus cacar monyet: pembawanya tikus Afrika, belum ada obatnya, bisa sembuh sendiri".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.