Hal ini kemudian membuat Haase kemudian mencari akal untuk bisa mempelajari gelombang tinggi itu.
"Kami mulai melihat berbagai platform media sosial seperti Youtube, Twitter, Facebook, dan Instagram," ungkap Matias Carvajal, seismolog yang turut terlibat studi ini dikutip dari Nature, Kamis (16/05/2019).
Tim ini kemudian menemukan 38 video amatir dan klip dari pusat pengawasan tsunami. Mereka juga kemudian menentukan lokasi pengambilan video pada peta lalu menyinkronkannya.
Baca juga: Potensi Tsunami di Bandara Kulon Progo, Bagaimana Mitigasi yang Ideal?
Hasilnya, tim berhasil melakukan rekonstruksi bagaimana tsunami 8 bulan lalu itu bergerak melalui Teluk Palu.
Rekonstruksi itu menunjukkan bahwa gelombang tsunami terjadi begitu cepat, hanya beberapa menit setelah guncangan gempa bumi. Selanjutnya, gelombang secara signifikan datang berturut-turut dalam waktu satu hingga 2 menit.
Carvajal menyebut, ini menunjukkan bahwa sumber (tsunami) itu dekat dengan pantai. Dengan kata lain, itu merupakan indikasi adanya longsoran dasar laut.
Hasil ini kemudian dipublikasikan oleh tim dalam jurnal Geophysical Research Letters1.
Tanggapan Ahli Indonesia
Kompas.com meminta pendapat dari ahli tsunami Badan Pengkasian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko untuk menanggapi metode yang digunakan oleh Haase dan tim.
Menurut Widjo, metode tak konvensional dengan media sosial merupakan khazanah baru yang bisa dipertimbangkan dalam penelitian. Namun, yang perlu diperhatikan adalah validitas data yang digunakan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.