Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diplomasi Bir, Kunci Jayanya Kekaisaran Peru Kuno

Kompas.com - 20/05/2019, 20:33 WIB
Julio Subagio,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Keberadaan bir bagi masyarakat modern dipersepsikan sebagai minuman beralkohol yang dapat membuat mabuk, namun juga sering dikonsumsi dalam berbagai acara, misalnya pesta, karena dapat membuat peminumnya lebih bebas dan lepas dalam berekspresi.

Namun, bir sebagai salah satu minuman produk fermentasi yang telah ada sejak awal peradaban memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat dan seringkali menjadi komponen yang diperlukan dalam berbagai ritual sakral.

Kali ini, penelitian yang dilakukan terhadap peninggalan Kekaisaran Wari mengungkap bukti akan dugaan tersebut.

Sekitar 20 tahun lalu, tim peneliti dari Field Museum menemukan situs pembuatan bir kuno di Cerro Baul, yang terletak di kawasan pegunungan selatan Peru.

“Situs ini seperti rumah pembuatan bir, dengan tempat produksi, fermentasi, lengkap dengan kedai di sisinya,” ungkap Ryan Williams, Kepala Antropologi Field Museum, dilansir dari Science Daily, Kamis (18/4/2019).

Baca juga: Menurut Sains, Bir Bisa Jadi Bahan Bakar Ramah Lingkungan. Benarkah?

Williams menjelaskan bahwa bir yang diproduksi merupakan minuman beralkohol rendah dengan rasa asam yang disebut chicha. Chicha bersifat tidak tahan lama, dan hanya enak dikonsumsi seminggu setelah diproduksi.

Hal ini menjadikan chicha tidak dapat disebarkan secara luas ke daerah lain, dan untuk memperolehnya, orang yang menginginkannya harus datang langsung ke Cerro Baul, tepat saat festival.

Berdasarkan bukti arkeologis, festival ini dihadiri oleh berbagai kalangan dari masyarakat Wari, termasuk kalangan elit politik, yang akan meminum chicha dari kendi keramik setinggi satu meter dengan dekorasi menyerupai dewa-dewa Wari.

“Orang akan berdatangan menuju situs ini, pada momen festival, sebagai bentuk penghormatan dan afirmasi pada para petinggi dan pemimpin Wari, serta untuk menunjukkan loyalitas dan pengabdian terhadap negara Wari,” terang Williams.

Singkat kata, keberadaan bir membantu mempererat hubungan sosial dan menjaga keutuhan Kekaisaran Wari.

Untuk memahami lebih lanjut mengenai peranan bir dalam masyarakat Wari, Williams beserta koleganya menganalisis fragmen keramik yang digunakan sebagai wadah bir dari situs Cerro Baul.

Analisis ini menggunakan berbagai teknik, termasuk penembakan laser pada pecahan keramik untuk memisahkan material kecil, lalu memanaskannya dalam suhu sangat tinggi untuk memecah molekul penyusunnya.

Melalui prosedur tersebut, para peneliti dapat mengetahui atom unsur yang menyusun sampel, dan informasi mengenai asal usul tanah liat bahan dasar keramik, hingga bahan baku bir chicha yang diproduksi kala itu.

“Hal yang menarik dalam studi ini adalah kita dapat menelaah hingga tingkatan atom. Kita menghitung atom dalam pori keramik atau mencoba untuk merekonstruksi dan menghitung massa molekul yang ada dalam minuman ribuan tahun yang lalu yang tertinggal dalam ruang kosong di wadah keramik ini, serta informasi baru mengenai dari apa bir ini dibuat dan dimana keramik ini diproduksi,” paparnya.

“Informasi baru dari tingkatan molekuler ini memungkinkan arkeolog untuk menatap masa lalu,” tambahnya.

Untuk menguji temuan ini, para peneliti bekerja sama dengan pembuat bir lokal Peru untuk meniru proses pembuatan chicha.

“Pembuatan chicha merupakan proses yang rumit dan membutuhkan pengalaman serta keahlian khusus. Eksperimen ini mengajarkan kita mengenai bagaimana chicha dibuat di kala itu dan seberapa banyak tenaga yang dikerahkan serta waktu yang dihabiskan untuk membuatnya,” ujar Donna Nash, peneliti yang juga terlibat dalam studi.

Hasil analisis memiliki dua kesimpulan penting.

Pertama, kendi keramik dibuat menggunakan tanah liat yang dibawa dari sekitar area Cerro Baul. Kedua, bir chicha dibuat dengan bahan utama jagung ungu, hop hijau, dan beri molle lokal.

Kedua bahan ini memungkinkan suplai chicha secara konstan. Meski kekeringan menganggu pertumbuhan bahan baku, misalnya jagung, keberadaan tanah liat dan beri molle selalu ada setiap musim.

Kekaisaran Wari merupakan kerajaan kuno yang eksis pada 600-1100 Masehi, sebelum kemunculan Kekaisaran Inca. Kawasan Kekaisaran Wari membentang melintasi wilayah negara Peru saat ini.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Sustainability ini mengimplikasikan bahwa institusi pembuatan bir ini berperan penting sebagai pusat kebudayaan Kekaisaran Wari, di mana seluruh masyarakat dapat bertemu dan berbagi identitas, serta praktik ritual yang sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau