Pada pukul empat sore di hari yang sama, Yan menjalani operasi kedua untuk memasukkan baterai ke dadanya yang akan menghidupkan elektroda. Untuk operasi kedua tersebut, Yan dibius total.
Tiga jam setelahnya, Yan masih belum bangun dan para dokter pun bertanya-tanya bila kecanduannya telah mengubah sensitivitas Yan terhadap anestesi. Ayahnya mulai menangis.
Baru sekitar 10 jam kemudian, Yan akhirnya membuka mata.
Kontroversial
Dalam dunia ilmiah barat, penggunaan DBS untuk menangani kecanduan adalah sesuatu yang kontroversial.
Para ahli yang tidak setuju menyebut bahwa eksperimen yang dijalani Yan prematur dan tidak akan menangani faktor biologis, sosial dan psikologis kompleks yang menyebabkan adiksi. Para peneliti juga belum mengerti bagaimana DBS sebenarnya bekerja dan di mana DBS harus dilletakkan untuk menangani kecanduan.
Adrian Carter yang memimpin kelompok neurosains di Monash University, Melbourne, adalah salah satu dari kritikus eksperimen yang dijalani Yan. Dia mengatakan, sangat luar biasa bila kita bisa sekadar menekan saklar (untuk menangani kecanduan), tetapi tampaknya itu khayalan pada tahap ini. Ada terlalu banyak risiko dengan ide itu (DBS).
Baca juga: Peneliti Turki Bikin Implan Otak untuk Atasi Epilepsi, Seperti Apa?
Kekhawatiran Carter bukan mengada-ada. Sekitar lima tahun lalu, Amerika Serikat punya dua uji klinis serupa untuk menangani depresi berskala besar. Keduanya gagal dan membuat para peneliti harus memikirkan ulang bagaimana merancang eksperimen yang efektif dan etis.
Di China sendiri, studi penggunaan DBS untuk menangani kecanduan sebelumnya menunjukkan hasil campuran.
Sebuah studi kasus menyebutkan bagaimana seorang pasien yang kecanduan heroin mengalami overdosis hanya dalam tiga bulan setelah menjalani implan DBS. Sementara itu, studi pilot lainnya yang dipublikasikan pada bulan Januari di rumah sakit militer Xi’an menunjukkan bahwa lima dari pengguna heroin terbebas dari kecanduannya hingga dua tahun setelah operasi.
Nasib Yan kini
Elektroda di kepala Yan akhirnya dinyalakan dua hari setelah ia menjalani operasi tersebut. Yan berkata bahwa ia merasa bersemangat begitu alat di kepalanya menyala. Saking semangatnya, dia sampai tidak bisa tidur dan semalaman memikirkan sabu-sabu.
Pada hari berikutnya, dokter Li Dianyou yang melakukan operasi Yan menggunakan sebuah komputer tablet untuk mengatur elektroda di kepalanya.
“Senang?,” tanyanya sambil menekan tombol kontrol di tablet. Yan pun menjawab, “Ya”.
“Sekarang?,” tanya dr Li lagi sambil mengutak-atik tabletnya lagi. “Kesal,” jawab Yan yang mengaku bahwa ia merasa panas di dada, kemudian sensasi berdebar-debar, mati rasa dan kelelahan.