Dari dua penelitian pertama, dilakukan secara online terhadap orang dewasa di Amerika Serikat, kami menanyai orang-orang –beberapa dalam kondisi lapar dan beberapa sudah kenyang– untuk melihat gambar yang memiliki nilai emosional negatif, positif, dan netral.
Kemudian mereka melihat gambar yang ambigu: sebuah karakter atau piktograf Cina yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Kami bertanya kepada peserta apakah mereka pikir piktograf merupakan sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Jennifer MacCormack, CC BY-ND
Ketika orang yang lapar melihat gambar negatif, mereka berpikir piktograf sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Tapi, pilihan orang yang lapar setelah melihat gambar dengan emosional positif atau netral tidak berbeda dengan orang yang tidak lapar.
Ini menunjukkan bahwa bias hangry tidak terjadi ketika seseorang mengalami pengalaman yang positif atau bahkan dalam situasi netral. Sebaliknya, rasa lapar menjadi penting ketika orang menghadapi stimulan atau situasi negatif.
Tapi mengapa rasa lapar hanya mempengaruhi kita dalam situasi negatif?
Affect-as-information theory juga mengisyaratkan bahwa orang cenderung untuk menggunakan perasaannya sebagai informasi tentang dunia di sekitar mereka ketika perasaan itu sesuai dengan situasi yang mereka hadapi.
Perasaan lapar mungkin menjadi relevan dalam situasi negatif karena lapar itu sendiri akan menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan–membuatnya lebih mudah untuk mengira penyebab perasaan itu sebagai hal-hal negatif di sekitar Anda, bukan rasa lapar Anda.
Dalam penelitian terakhir, kami merekayasa situasi yang membuat frustrasi di dalam laboratorium untuk menguji bagaimana rasa lapar dan kesadaran–atau kurang kesadaran–dapat menyebabkan hangry.
Kami menugaskan dua kelompok acak yang berisikan mahasiswa untuk berpuasa setidaknya selama lima jam atau telah makan sampai benar-benar kenyang sebelum datang ke lab.
Di sana kami menugaskan mereka untuk menulis cerita di mana mereka harus menceritakan emosi mereka, atau cerita yang tidak fokus pada emosi sama sekali. Kemudian mereka semua juga diperintahkan untuk mengerjakan tugas yang panjang dan membosankan di komputer.
Di akhir tugas, kami diam-diam merancang komputer untuk menjadi “crash.” Peneliti menyalahkan peserta atas kerusakan komputer dan memberi tahu mereka bahwa mereka harus mengulang tugas begitu sudah diperbaiki.
Ternyata ini menunjukkan bahwa orang lapar yang tidak fokus terhadap perasaan mereka sebelumnya menunjukkan lebih banyak tanda-tanda menjadi hangry.
Mereka melaporkan perasaan yang lebih tertekan, benci dan emosi negatif lainnya dan menilai peneliti bersikap “menghakimi,” dibandingkan dengan individu yang mengikuti percobaan tersebut dengan perut kenyang dan dengan orang yang lapar yang menulis tentang kondisi emosi sebelumnya.