Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan Potensi Hujan Lebat Akibat MJO, Bagaimana Fenomena Ini Pengaruhi Cuaca?

Kompas.com - 30/04/2019, 14:37 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

- Sulawesi Tenggara

- Maluku

- Papua Barat

- Papua

Tak hanya hujan lebat dan angin kencang, wilayah perairan juga berpotensi mengalami gelombang tinggi 2,5 hingga 4,0 meter. Hal itu diperkirakan terjadi di Samudera Hindia Barat Aceh, Perairan Utara Manokwari, Samudera Pasifik Utara Manokwari hingga Biak, Perairan Utara Biak.

"BMKG menghimbau masyarakat tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologis seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan angin kencang terutama untuk wilayah-wilayah yang telah mendapat hujan berintensitas tinggi dalam beberapa hari kedepan," tegas mereka.

Dari perkiraan itu, sebuah pertanyaan muncul, yaitu bagaimana MJO mempengaruhi cuaca di Indonesia?

Kompas.com mengutip tulisan Thomas Djamaluddin, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam laman blognya. Thomas semula menjelaskan bagaimana cuaca Indonesia tercipta.

"Cuaca di Indonesia secara reguler dipengaruhi oleh siklus angin pasat karena perubahan pemanasan matahari akibat kemiringan sumbu rotasi bumi. Kita mengenal perubahan musim hujan – pancaroba – kemarau – pancaroba – hujan, dan seterusnya sebagai siklus tahunan," tulis Thomas.

Baca juga: Di Matahari Juga Bisa Hujan, Begini Penampakannya

"Kadang-kadang terjadi kekeringan atau musim hujan panjang akibat pemanasan di lautan Pasifik (dikenal sebagai fenomena El-Nino/La-Nina) atau pemanasan di samudra Hindia (dikenal sebagai fenomena Indian Dipole-Mode — IOD). Fenomena El-Nino/La-Nina dan IOD biasanya berulang setiap 3 – 7 tahunan," imbuhnya.

Selain dari faktor di atas, ada juga variasi cuaca yang disebut "kemarau basah" (banyak hujan saat kemarau) karena efek pemanasan di perairan sekitar Indonesia.

"Saat ini dikenal juga fenomena MJO yang dampaknya sekitar sepekan yang bisa berulang sekitar 2 bulanan bila fasenya masih aktif," kata Thomas.

"Dampaknya bisa berupa penguatan pembentukan awan yang memicu cuaca ektrem atau pengurangan pembentukan awan yang menyebabkan jeda hujan saat musim hujan," tambahnya.

MJO sendiri adalah kondisi dinamika atmosfer periodik yang bergerak sepanjang wilayah tropik dari barat ke timur dengan periode sekitar 40 hingga 50 hari. Fenomena ini adalah pola yang terlihat di atmosfer ekuator.

"Namun (MJO) tidak selalu aktif," tegas Thomas.

"Contohnya, selama Maret sampai pertengahan April 2019 fenomena MJO dalam kondisi tenang, jadi tidak berdampak apa pun," tambahnya.

Namun, MJO yang terpantau oleh BMKG sejak akhir April ini justru mulai aktif. Hal ini, menurut Thomas, ditandai dengan penguatan pembentukan awan di Samudera Hindia yang bergeser ke wilayah benua maritim Indonesia.

"Saat ini penguatan pembentukan awan berada di wilayah Indonesia, kemudian terus bergeser ke timur menuju Pasifik," tulis Thomas.

"Sampai kapan? Fenomena MJO biasanya berlangsung sekitar sepekan," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau