Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diklaim Mudah Terurai, Plastik Ini Tetap Utuh Setelah 3 Tahun Dikubur

Kompas.com - 30/04/2019, 13:24 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Studi terbaru menimbulkan keraguan atas kelayakan plastik kresek biodegradable yang mudah terurai sebagai jawaban atas polusi plastik.

Butuh ratusan hingga ribuan tahun untuk membuat plastik terurai, membusuk, dan akhirnya bersatu dengan tanah.

Hal ini akhirnya memicu para ahli atau produsen menciptakan plastik yang mudah terurai secara hayati atau istilahnya plastik biodegradable.

Nah, pertanyaan baru kemudian muncul tentang solusi tersebut. Seberapa "layak" kresek biodegradable dibanding plastik konvensional?

Baca juga: Jangan Cuma Nyinyir, Kenali Bagaimana Plastik Bahayakan Bumi

Setidaknya pertanyaan ini mengganggu pikiran Richard Thompson, ahli biologi kelautan Inggris yang mengabdikan karirnya untuk mempelajari limbah plastik.

Untuk mengetahui kelayakan plastik terbiodegradasi, pada 2015 Thompson dan mahasiswa pascasarjana dari Universitas Plymouth mengubur beberapa plastik berlabel biodegradasi di taman kampus.

Tiga tahun kemudian, ketika plastik itu digali, Thompson dan tim tidak hanya menemukan semua plastiknya utuh, tapi juga masih kuat membawa 2,5 kilogram barang belanjaan.

Kantong plastik berlabel biodegradable tetap utuh setelah dikubur selama tiga tahun. Kantong plastik berlabel biodegradable tetap utuh setelah dikubur selama tiga tahun.

"Jujur saya terkejut saat melihat plastik ini masih utuh. Plastik-plastik ini memang tidak sekuat saat masih baru, tapi selama 3 tahun dikubur (plastik) tidak menunjukkan proses degradasi berarti," ujar Thompson dalam wawancara dengan National Geographic, dilansir Minggu (28/4/2019).

Paparan jurnal dan masalah baru

Dalam laporan yang terbit di jurnal Environmental Science & Technology, Thompson memaparkan bahwa plastik biodegradable yang tidak bisa hancur hanyalah salah satu temuannya.

Dalam penelitiannya, Thompson dan tim menguji lima plastik kresek, antara lain satu kresek kompos, satu plastik konvensional, dan tiga kantong plastik biodegradable.

Semuanya diletakkan di tiga kondisi berbeda yakni direndam air, terkubur dalam tanah, dan terpapar udara luar.

Untuk sampel uji tanah, plastik dikubur pada kedalaman 10 inci. Untuk tes paparan udara, sampel ditempatkan di tembok taman. Untuk uji kelautan, sampel direndam lebih dari satu meter di bawah permukaan pelabuhan Plymouth.

Sejak diletakkan di posisi masing-masing pada 10 Juli 2015, tim rutin memeriksa kondisi plastik termasuk tanda-tanda permukaan menghilang, muncul lubang, atau disintegrasi.

Mereka juga mengukur kekuatan sampel saat ditarik, untuk melihat seberapa mudah sampel rusak di bawah tekanan.

Di lokasi pelabuhan, semua plastik memiliki biofilm mikroba di permukaan setelah sebulan. Kantong kompos menghilang setelah tiga bulan.

Di lokasi terbuka di taman, semua plastik menjadi sangat rapuh untuk diuji lebih lanjut dan berubah menjadi mikroplastik setelah sembilan bulan. Setelah itu semua sampel tida bisa diuji lagi.

Di lokasi tanah, semua plastik tetap utuh dan masih bisa menahan berat tanpa robek.

Thompson menyimpulkan, klaim plastik mudah terurai tidak benar dan justru dapat menimbulkan masalah baru.

Jika melihat lebih dalam, studi Thompson juga menyoroti bagaimana istilah biodegradable dapat membingungkan konsumen. Label ini sangat mungkin membuat konsumen berpikir bahwa jejak plastik biodegradable akan segera hilang setelah dibuang.

Apabila plastik biodegradable dibuang ke tempat sampah daur ulang, hal ini juga dapat menggagalkan upaya reproduksi plastik konvensional menjadi kresek baru.

Para ahli memperingatkan, zat aditif kimia pada kantong plastik biodegradable dapat mencemari campuran yang lain, membuatnya tidak dapat digunakan lagi.

"Jika suatu plastik memiliki kemampuan untuk terurai, petugas daur ulang tidak ingin mencampurnya dengan plastik lain. Pasalnya mereka butuh materi konsisten agar tidak merusak produksi plastik konvensional," jelas Thompson.

"Pertanyaannya sekarang, bagaimana mengedukasi konsumen untuk membuang plastik biodegradable dan memisahkannya dari plastik konvensional".

Studi Thompson tentu saja tidak dapat langsung diterima oleh publik, terutama bagi produsen plastik biodegradable.

Meski demikian, Thompson yang dianugerahi Ordo Kerajaan Inggris oleh Ratu Elizabeth atas penelitiannya tentang limbah plastik menegaskan bahwa dia dan tim percaya pada penelitian yang sudah dikerjakannya cukup lama.

"Dan studi ini telah melalui peer review lengkap," ucap dia.

Baca juga: Hari Bumi, 6 Foto Memilukan Bukti Plastik Bahayakan Planet Ini

Kontroversi plastik biodegradable

Plastik biodegradable adalah produk sekali pakai yang saat ini paling banyak dipakai di negara maju. Beberapa negara Uni Eropa diperkirakan menggunakan 100 miliar kantong plastik ini setiap tahun.

Karena diklaim mudah terurai dan ramah lingkungan, plastik kresek kompos ini menjadi pilihan banyak orang. Namun sayangnya, janji manis itu hanya klaim semata tanpa bukti.

"Di dunia ini tidak ada materi ajaib yang dapat menguraikan plastik dalam waktu singkat. Tidak ada," kata Ramani Narayan, insinyur kimia dari Michigan State University dan pakar biodegradable yang tidak terlibat dalam studi Thompson.

PBB dan Uni Eropa juga menentang biodegradable.

Pada 2016 PBB menyatakan, plastik yang dapat terbiodegradasi bukanlah jawaban untuk polusi plastik di laut.

Sementara itu, tahun lalu Uni Eropa mengeluarkan rekomendasi pelarangan oxi-biodegradable yang mengandung zat aditif untuk mempercepat pemecahan molekul polimer.

Ada kekhawatiran zat aditif itu akan menghancurkan plastik dengan cepat dan mengubahnya jadi mikroplastik yang dapat membahayakan lautan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau