Oleh karena itu, mempercayai teori konspirasi disebut juga sebagai ‘penalaran termotivasi’ (motivated reasoning), sehingga orang yang percaya teori konspirasi akan menafsirkan informasi dengan cara-cara tertentu agar tak menganggu keyakinan yang sebelumnya sudah ia miliki.
Jadi, pendukung fanatik Prabowo serta-merta menolak hitung cepat karena hasilnya bertolak belakang dengan keinginan mereka. Kalau yang terjadi sebaliknya, ada peluang pendukung fanatik Jokowi juga akan melakukan hal yang sama.
Komunikasi sains: tantangan ilmuwan kedepan
Berpikir konspiratif dapat mendatangkan bahaya yang serius, di antaranya mengurangi keterlibatan masyarakat dalam usaha mitigasi perubahan iklim, mendatangkan bencana kesehatan masyarakat (misalnya membuat orang tua ragu-ragu memvaksin anaknya), membuat masyarakat saling curiga akibat prasangka, mendelegitimasi institusi sosial, termasuk sains dan ilmuwan.
Apalagi ada risiko orang yang percaya teori konspirasi tertentu, akan cenderung percaya teori konspirasi lainnya, walau keduanya tidak berkaitan bahkan bertentangan.
Partisan umumnya percaya bahwa ilmuwan selalu punya kepentingan terselubung (vested interest) dan sains adalah alat untuk mencapai kepentingan ini. Alasan ini sering mereka gunakan untuk mementahkan semua pekerjaan ilmuwan, meski ilmuwan tersebut sangat kredibel di bidangnya.
Partisan juga sulit memahami sifat provisional dari sains, yaitu kebenaran saintifik hanya berlaku selama belum ada bukti yang dapat menggugurkannya.
Ilmuwan saat ini memang dihadapkan pada tantangan berat, yaitu merumuskan strategi mengkomunikasikan sains pada masyarakat awam, tanpa membuat klaim yang berlebihan.
Oleh karena itu dalam mengkomunikasikan temuannya, ilmuwan perlu lebih hati-hati dalam membuat klaim dan selalu memasukkan unsur ketidakpastian dalam narasi-narasi yang ia sampaikan kepada publik.
Dalam mengatasi tuduhan adanya kepentingan terselubung, mengadopsi pendekatan sains terbuka dapat membantu para ilmuwan meneguhkan kredibilitas dirinya.
Seandainya dari awal lembaga survei mau terbuka dalam menjelaskan pekerjaan mereka, tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada mereka hari ini tidak lagi menjadi relevan.
Caranya, mereka dapat membagi data mentah di repositori terbuka, membuka desain studi mereka sebelum pengambilan data, membagikan prosedur dan tata laksana pembersihan dan analisis data.
Dan yang tak kalah penting, lembaga survei perlu mendeklarasikan adanya konflik kepentingan (misalnya sumber dana survei), sehingga memungkinkan ilmuwan lainnya meninjau secara terbuka.
Rizqy Amelia Zein
Assistant Lecturer in Social and Personality Psychology, Universitas Airlangga
Artikel ini dipublikasikan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia dari judul asli "Prabowo tak percaya hasil hitung cepat: Mengapa partisan berpikir konspiratif?". Isi artikel di luar tanggung jawab Kompas.com.