KOMPAS.com – Mungkinkah kita membangkitkan makhluk hidup yang sudah mati, seperti pada kisah fiksi ilmiah Frankenstein karya novelis Mary Shelley?
Mungkin riset terbaru yang dilakukan oleh tim dari Yale School of Medicine ini dapat membuka kemungkinan akan skenario tersebut.
Riset yang dipublikasikan di jurnal Nature ini berhasil mengembalikan beberapa fungsi dari otak babi yang telah mati selama empat jam dengan menggunakan sistem perfusi buatan yang disebut BrainEx.
Sistem BrainEx terdiri dari rangkaian instrumen berupa pompa, penghangat, dan filter yang mengatur aliran, suhu, dan kondisi lain yang memungkinkan kerja otak secara normal. Sistem ini terhubung dengan komputer sehingga dapat bekerja otomatis.
Baca juga: Metode Transplantasi Kepala Dikembangkan, Mungkinkah Segera Dilakukan?
Selama durasi enam jam, BrainEx menirukan kerja pacu jantung. Sistem ini memungkinkan mengalirnya cairan mirip darah untuk dapat memenuhi otak babi tersebut.
Aliran cairan ini berperan dalam kembalinya beberapa fungsi pembuluh darah dan memicu rangkaian reaksi kimia pada beberapa area otak yang bertanggungjawab untuk bertahan hidup.
Beberapa sel neuron bahkan secara aktif merespons pemberian obat, dan menunjukkan aktivitas listrik, yang sebelumnya dianggap mustahil pada sel mati.
Namun, tidak satu pun dari 32 otak babi yang dijadikan subjek penelitian menunjukkan aktivitas listrik yang diasosiasikan dengan kesadaran.
Riset ini semula bertujuan untuk menentukan apakah sistem sirkulasi di otak yang kekurangan oksigen selama lebih dari beberapa menit (sesuai pengertian mati otak) dapat bertahan dan kembali bekerja secara normal.
Baca juga: Masa Depan Tiba, Ilmuwan Transplantasikan Paru-paru Buatan ke Babi
Temuan ini mengungkap bahwa otak memiliki kemampuan restorasi yang lebih baik dari perkiraan selama ini.
“Studi ini menantang asumsi yang selama ini beredar, bahwa otak mamalia akan mengalami kerusakan yang permanen beberapa menit setelah darah berhenti mengalir. Ini juga dapat memunculkan kemungkinan bahwa kita dapat menyelamatkan otak seseorang bahkan setelah jantung dan paru-paru berhenti bekerja”, jelas Stuart Youngner dan Insoo Hyun, pakar neurosains yang menulis komentar pendamping di jurnal Nature.
Penemuan bahwa otak masih mampu bertahan hidup setelah “mati” selama berjam-jam membuka dilema etika yang perlu kita pertimbangkan.
Pada sebagian besar negara, seseorang dapat dinyatakan meninggal jika menunjukkan tanda hilangnya fungsi otak (brain death), atau lenyapnya fungsi sirkulasi (circulatory death).
Jika sistem BrainEx dapat berfungsi optimal, maka batasan ini dapat diatur ulang.
Teknologi ini diharapkan dapat membantu pasien yang menderita stroke atau serangan jantung dalam waktu dekat.
“Atau lebih fundamental lagi, kita dapat menyelami pertanyaan klasik mengenai apa yang membuat hewan, atau manusia 'hidup'”, tutup Youngner dan Hyun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.