KOMPAS.com - Para ahli berhasil melakukan rekayasa genetika pada babi yang membuatnya kebal terhadap virus mematikan.
Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS) adalah virus yang menyebabkan masalah pernapasan pada babi-babi usia muda. Penyakit ini bisa berujung pada kematian.
Jika induk babi di dalam kandang pembiakan bayi babi terinfeksi virus ini, maka itu berarti bencana bagi para peternak babi.
Virus ini menginfeksi babi melalui reseptor yang ada di selaput permukaan sel virus, yang disebut CD163.
Para peneliti dari Universitas Edinburgh melakukan rekayasa genetika untuk menghilangkan sebagian kecil dari gen CD163 tersebut dengan mengamati lokasi di mana virus tersebut menempel, serta mengamati sisa-sisa molekul yang masih utuh.
Baca Juga: Perkenalkan Pigcasso, Babi Kecil Jago Melukis
Setelah itu, para ahli dari Roslin Institute di Universitas Edinburgh dan Genus LC, perusahaan rekayasa genetika terkemuka, menciptakan jenis babi dengan perubahan DNA yang spesifik dan tahan virus PRRS.
Untuk menguji kekebalan terhadap virus PRRS, para ahli melakukan tes darah terhadap babi hasil rekayasa genetika tersebut. Hasilnya, tidak ditemukan darah yang terinfeksi oleh virus PRRS.
Seperti diketahui, sebagian besar kasus PRRS terjadi di negara produsen babi di seluruh dunia.
Lalu, sebagian besar vaksin terbukti telah gagal menghentikan penyebaran virus yang terus berkembang dengan cepat ini.
Sejumlah penelitian lainnya memilih menggunakan rekayasa genetika dengan menghapus seluruh reseptor CD163 agar membuat babi kebal terhadap PRRS. Namun, ini memiliki risikonya sendiri.
Baca Juga: Pertama di Dunia, Peneliti Hidupkan Kembali Otak Babi di Luar Tubuhnya
Dengan hanya membuang sebagian kecil dari CD163 yang bisa dijangkiti PRRS, reseptor masih bisa mempertahankan fungsi biasa dalam tubuh babi dan mengurangi risiko efek samping, kata para peneliti di Universitas Edinburgh, dikutip dari Sciencedaily, Rabu (20/6/2018).
"Hasil ini menarik, tetapi kita masih harus menunggu beberapa tahun untuk bisa makan sandwich dari babi yang kebal PRRS," kata Dr Christine Tait-Burkard, ahli dari Roslin Institute di Universitas Edinburgh.
"Pertama dan yang penting untuk kita bahas adalah apakah masyarakat umum menerima daging dari hewan hasil rekayasa genetika masuk ke rantai makanan kita. Hal ini juga untuk membantu menginformasikan kepada para pemimpin politik tentang bagaimana rekayasa genetika harus diatur," katanya.
"Studi jangka panjang juga perlu dilakukan untuk memastikan perubahan genetika ini tidak memiliki efek buruk yang tak terduga pada hewan," imbuhnya.
Dia melanjutkan, jika penelitian ini berhasil dan publik menerima teknologi ini, kami kemudian akan mencari untuk bekerja dengan perusahaan pembibitan babi untuk mengintegrasikan editan gen ini ke dalam stok pembiakan komersia..
Penelitian tersebut telah terbit di Journal of Virology .
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.