KOMPAS.com - Perhatikan orang di sekitar Anda. Berapa banyak orang yang menggunakan kacamata atau lensa kontak di sekitar Anda?
Mungkin hampir separuh dari jumlah orang di dekat Anda saat ini menggunakan kacamata atau lensa kontak sebagai alat bantu melihat. Alasannya adalah mata minus atau yang dikenal dengan istilah rabun jauh (myopia).
Ya, di zaman sekarang, rabun jauh adalah salah satu gangguan penglihatan yang umum dialami. Untuk membantu melihat, biasanya orang menggunakan kacamata maupun lensa kontak.
Namun, pernahkah Anda bertanya, jauh sebelum kacamata dan lensa kontak ditemukan, bagaimana orang dengan mata minus atau myopia melihat jarak pandang cukup jauh?
Baca juga: Mata Minus Tetap Bisa Jadi Donor Mata, Ayo Ikut Atasi Kebutaan
Sebagai informasi, Aristoteles telah menulis pengamatannya tentang myopia untuk pertama kali tahun 350 sebelum masehi (SM). Dia menyebut, karena bola mata beberapa orang terlalu panjang, mereka bisa melihat objek yang dekat tapi objek yang jauh cenderung buram.
Sayangnya, menurut kurator museum di College of Optometrists London Neil Handley, tidak banyak diketahui bagaimana orang berurusan sengan myopia sebelum lensa pertama untuk rabun jauh diciptakan pada abad ke-15.
Sebelum itu, pada abad ke-13 di Eropa lensa cembung genggam sebenarnya telah diciptakan. Benda tersebut digunakan untuk "mengobati" kehilangan penglihatan terkait usia yang dikenal dengan presbiopia.
Benda itu jika ditarik ke masa kini kita kenal sebagai kacamata baca.
Sayangnya, menurut Handley, teknologi itu dulu belum digunakan untuk mengatasi rabun jauh hingga 200 tahun kemudian. Salah satu lensa genggam cekung pertama muncul dalam lukisan Paus Leo X pada abad ke-16 yang dilukis oleh pelukis Italia bernama Raphael.
Paus Leo X sendiri adalah salah satu anggota keluarga Medici yang berpengaruh secara politis dan terkenal dengan rabun jauhnya.
"Karena cara penggunaan lensa itu dipegang, Anda dapat melihatnya, dan sang seniman telah menangkap efek yang dimiliki lensa itu," ungkap Handley dikutip dari Live Science, Minggu (14/04/2019).
"Jadi, kita bisa mengatakan bahwa itu adalah lensa minus yang digunakan untuk orang dengan rabun jauh," imbuhnya.
Untuk diketahui, myopia atau rabun jauh adalah sebuah kondisi modern. Ya, tingkat myopia telah meningkat tajam dalam beberapa dekade terakhir.
Bahkan, para peneliti memproyeksikan bahwa setengah populasi dunia akan mengalami rabun jauh pada 2050.
Sebuah penelitian oleh College of Optometrists menemukan bahwa kini myopia dua kali lebih umum pada anak-anak di Inggris dibanding tahun 1960-an.
Di negara Asia, prevalensi mata minus bahkan meningkat lebih tinggi lagi. Di Seoul, Korea Selatan, sekitar 95 persen pria berusia 19 tahun telah mengalami rabun jauh.
Baca juga: Peneliti Kembangkan Obat Tetes Untuk Perbaiki Mata Minus Tanpa Operasi
Kini, dokter sedang mencari tahu penyebab di balik tren ini. Beberapa ahli menyebut sebabnya adalah genetik dan peningkatan waktu belajar serta memainkan gawai.
Beberapa peneliti lain menemukan bahwa anak-anak yang lebih sedikit bermain di luar lebih mungkin mengembangkan rabun jauh.
Terlepas dari apa yang mendorong tren ini, Handley menyebut myopia mungkin tidak mempengaruhi banyak orang di masa lalu. Dia menyebut hal ini dibuktikan dengan pembuatan kacamata rabun jauh yang lebih "terlambat".
Handley mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa merawat sejumlah kecil orang dengan rabun jauh tidak dianggap sebagai prioritas. Bahkan, kemungkinan orang dengan rabun jauh justru ditempatkan pada profesi khusus sehingga menganggap myopia bukan sebagai kecacatan.
"Orang rabun jauh dari 'pengobatan', sebenarnya didorong untuk tetap dalam kondisi rabun mereka, karena itu sebenarnya ideal untuk mereka melakukan pekerjaan khusus," kata Handley.
"Bahkan ada beberapa bukti bahwa mereka hampir mengembangbiakkan orang dengan harapan menghasilkan anak-anak rabun yang akan menjadi iluminator manuskrip di masa depan. Beginilah masyarakat beradaptasi dengan apa yang kita sebut kecacatan. Mereka tidak menganggapnya sebagai kecacatan," sambungnya.
Tapi, masalah rabun jauh ini ternyata lebih kompleks bagi keseharan msayarakat. Rabun jauh yang tidak diatasi bisa menghambat pendidikan anak-anak, menyebabkan kecelakaan di jalan, hingga menghambat pekerjaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.