Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perangi Masalah Plastik, BSN Bikin SNI Kresek Mudah Terurai

Kompas.com - 12/04/2019, 17:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Beredarnya foto bungkus indomie berusia 19 tahun membuktikan bahwa plastik adalah sampah abadi yang sulit terurai. Menangani masalah ini, Badan Standardisasi Nasional (BSN) akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kantong plastik.

Ada dua SNI baru yang ditetapkan BSN, yakni SNI 7818:2014 untuk kantong plastik mudah terurai dan SNI 7188.7:2016 untuk kriteria ekolabel atau produk tas belanja plastik dan bioplastik mudah terurai.

Dengan adanya ketentuan itu, BSN berharap para produsen bersedia mau menerapkan pemakaian plastik sesuai SNI Kantong Plastik.

Baca juga: Viral Bungkus Indomie Berusia 19 Tahun, Bukti Plastik Sampah Abadi

Menurut keterangan Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito, SNI 7818:2014 menetapkan syarat mutu dan cara uji kantong plastik mudah terurai yang digunakan sebagai kantong belanja ritel dan tidak digunakan untuk kontak langsung dengan pangan.

Dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com Jumat (12/4/2019), plastik jenis ini memiliki kekuatan tarik minimal 13,7 (139,74), kemudahan terurai setelah penyinaran sinar UV maksimal 250 jam yaitu kurang 5 persen, dan kualitas kantong plastik yang ramah lingkungan.

"Plastik ini lebih bisa dipertanggungjawabkan," ujar Wahyu.

Sementara untuk produk SNI 7188.7:2016, kantong dibuat dari termoplastik yang mengandung prodegradant dan bioplastik dengan atau tanpa campuran termoplastik. Kantong plastik ini tidak mengandung zat warna azo.

SNI jenis ini menetapkan pertumbuhan mikroba pada permukaan produk lebih besar dari 60 persen selama 1 minggu.

Untuk persyaratan umum, produk harus memenuhi standar mutu produk yang sesuai dan atau penerapan sistem manajemen mutu, produk harus mencantumkan logo ekolabel Indonesia, nomor sertifikasi, dan pernyataan mudah terurai.

Wahyu menambahkan, setiap kemasan kantong plastik yang memenuhi SNI 7818:2014, juga sekurang-kurangnya mencantumkan penandaan logo produsen atau nama dagang, periode waktu terurai, bulan dan tahun produksi.

Baca juga: Ini Salah Manusia, Makhluk Laut Terdalam Bumi Pun Memakan Plastik

SNI 7818:2014 diharapkan dapat mendorong produsen untuk meningkatkan kualitas produk sesuai dengan persyaratan standar mutu yang telah ditentukan.

"Selain untuk meningkatkan daya saing industri, penerapan SNI ini juga dapat melindungi konsumen dari penggunaan kantong plastik yang mutunya tidak memenuhi standar," tutur Wahyu.

Wahyu pun menjelaskan, SNI 7818:2014 juga menjadi acuan SNI 7188.7:2016, Kriteria ekolabel untuk produk tas belanja plastik dan bioplastik.

Kriteria  yang disusun berdasarkan aspek sepanjang daur hidup suatu produk ini diharapkan dapat mengurangi dampak pemakaiannya terhadap lingkungan dengan memperhatikan aspek setelah habis masa pakainya.

"Berdasarkan data yang kami miliki, industri yang sudah menerapkan standar ini berjumlah 1 dengan jumlah Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang sudah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebanyak 1," jelas Wahyu.

Wahyu sangat mengapresiasi industri yang menerapkan SNI kantong plastik, dan mendukung beberapa kota di wilayah Indonesia menerapkan diet kantong plastik dengan diterbitkannya peraturan daerah mengenai pengurangan penggunaan plastik di beberapa wilayah.

Kota yang melarang penggunaan kantong plastik di toko modern yaitu Banjarmasin, Balikpapan, Badung (Bali), Bogor, Sukabumi, dan Banyuwangi.

"Mari terapkan SNI Kantong Plastik demi masa depan lingkungan hidup Indonesia," harap Wahyu.

Baca juga: 5 Akun Instagram Ini Bikin Kamu Semangat Diet Plastik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau