Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Bungkus Indomie Berusia 19 Tahun, Bukti Plastik Sampah Abadi

Kompas.com - 09/04/2019, 12:14 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Viralnya foto sampah plastik bungkus Indomie di media sosial sukses menjadi perhatian masyarakat, termasuk Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti.

Foto yang diunggah Fianisa Tiara Pradani, pemilik akun Twitter @selfeeani itu menampilkan bungkus Indomie berusia 19 tahun.

Petunjuk umur itu didapat dari keterangan tulisan 55 Tahun Dirgahayu Indonesiaku pada bungkus plastiknya. Untuk diketahui, tahun ini Indonesia merayakan HUT ke-74.

Menanggapi foto yang beredar, Dwi Sawung selaku Manajer Kampanye Perkotaan, Tambang, dan Energi WALHI mengungkapkan bahwa temuan itu merupakan tanda plastik adalah sampah yang hampir abadi.

Baca juga: Ini Salah Manusia, Makhluk Laut Terdalam Bumi Pun Memakan Plastik

"Sampah plastik entah bungkus makanan, botol minuman perlu waktu ratusan sampai ribuan tahun untuk terurai," ujar Dwi dihubungi Kompas.com, Selasa (9/4/2019).

Ini artinya, sampah plastik besar kemungkinan terombang-ambing di lautan atau tertimbun tanah selama ratusan tahun dengan bentuk yang seperti saat ini kita lihat. Mungkin tulisan dalam kemasan saja yang luntur.

Dwi menambahkan, salah satu cara untuk mengurangi sampah plastik demi menjaga bumi adalah menghentikan penggunaan plastik terutama plastik sekali pakai.

"Ini bisa dimulai dengan menghentikan penggunaan plastik yang sebetulnya tidak diperlukan. Tanpa menggunakannya (plastik) tidak mengurangi kualitas hidup, seperti sedotan dan kantong kresek," imbuh Dwi.

Sampah plastik memang telah menjadi perhatian serius dalam beberapa dekade belakangan, apalagi setelah banyak kejadian makhluk laut mati terdampar dengan perut penuh plastik.

Seperti disinggung di atas, Bumi membutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun untuk mengurai satu sampah plastik.

Semua itu bermula sejak proses pembuatan plastik yang begitu kuat.

Seperti diwartakan Sains Kompas.com edisi 21 November 2018, sebagian besar plastik terbuat dari minyak bumi yang dipanaskan. Proses ini mengubah molekul minyak menjadi polimer termo-plastik yang biasa digunakan untuk berbagai keperluan industri.

Proses itu terjadi melalui tempaan rantai karbon yang kuat. Rantai karbon menjadi sulit dihancurkan, sehingga butuh energi besar untuk melakukannya dan alam tidak dapat melakukannya secara alami.

Menurut geokimiawan organik dari Universitas Stanford Kenneth Peters, alam tidak bisa membuat plastik sehingga tidak ada organisme di muka bumi yang dipersiapkan untuk menangani masalah plastik.

Sampah plastik yang tertimbun tanah dan terombang-ambing di lautan menimbulkan banyak masalah. Mulai dari berkurangnya kemampuan resap tanah, aliran air terganggu, dan mengancam keselamatan banyak binatang.

Waktu yang dibutuhkan untuk mengurai berbagai sampah

Warga melintas disamping sampah yang didominasi plastik di sepanjang Kali Pisang Batu, Desa Pahlawan Setia, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (8/1/2019). Sampah yang memenuhi Kali Pisang Batu hingga sepanjang 1,5 kilometer berasal dari Kali Bekasi yang melewati Kota Bekasi. Sampah muncul pasca normalisasi dilakukan pada Desember 2018. Sebelumnya, kali hanya dipenuhi lumpur dan eceng gondok.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Warga melintas disamping sampah yang didominasi plastik di sepanjang Kali Pisang Batu, Desa Pahlawan Setia, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (8/1/2019). Sampah yang memenuhi Kali Pisang Batu hingga sepanjang 1,5 kilometer berasal dari Kali Bekasi yang melewati Kota Bekasi. Sampah muncul pasca normalisasi dilakukan pada Desember 2018. Sebelumnya, kali hanya dipenuhi lumpur dan eceng gondok.

Berdasar video pendek dari Tech Insider, beberapa jenis sampah memerlukan waktu berbeda untuk membusuk dan akhirnya terurai dengan tanah.

Sampah organik seperti kulit pisang diketahui baru bisa membusuk setelah dua sampai lima minggu. Kemudian pokok apel baru bisa terurai setelah dua bulan.

Jika sampah organik saja memerlukan waktu lama, tak heran sampah plastik butuh puluhan hingga ribuan tahun.

Plastik kresek yang biasa kita dapat setelah berbelanja butuh 10 sampai 20 tahun untuk akhirnya bersatu dengan tanah. Kemudian styrofoam yang katanya pengganti plastik butuh waktu sampai 50 tahun untuk terurai.

Sementara botol minuman kaleng baru bisa hancur setelah 200 tahun atau sekitar tiga sampai empat generasi manusia.

Satu diapers untuk bayi dan lansia membutuhkan waktu sampai 450 tahun. Ini waktu yang sama untuk menghancurkan botol minuman plastik.

Pada tingkat teratas diduduki oleh sampah botol kaca seperti botol sirup, saus, selai dan sebagainya yang butuh 1 juta tahun.

Adapun waktu yang tertulis di atas adalah dalam keadaan tanah yang normal. Jika sampah itu berada di antara tumpukan sampah yang lain, maka waktu yang dibutuhkan tentu akan berbeda, karena adanya perbedaan cahaya, oksigen tekanan, dan sebagainya.

Baca juga: 5 Akun Instagram Ini Bikin Kamu Semangat Diet Plastik

Indonesia negara penghasil sampah nomor 2 di dunia

Dalam pemberitaan Kompas.com edisi 19 Agustus 2018, Menteri Susi menyampaikan bahwa Indonesia adalah penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia.

"Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia, sampah plastik sangat berbahaya," ujar Susi saat itu.

Hal ini berdasar data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menemukan sampah plastik di Indonesia ada 64 juta ton per tahun dan 3,2 juta ton di antaranya adalah sampah plastik yang dibuang ke laut.

Sementara sampah kantong kresek yang dibuang ke lingkungan adalah 10 miliar lembar per tahun atau sekitar 85.000 ton.

"Sampah plastik yang masuk ke laut dapat terbelah menjadi partikel-partikel kecil yang disebut microplastics dengan ukuran 0,3 – 5 milimeter. Microplastics ini sangat mudah dikonsumsi oleh hewan-hewan laut," tukas Susi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com