Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Tes Selai Kacang untuk Deteksi Alzheimer, Ini Penjelasan Ahli

Kompas.com - 31/03/2019, 08:00 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

Dalam metode kedua, FDG-PET, sel-sel otak diperiksa untuk melihat seberapa cepat mereka mampu mendegradasi molekul gula tertentu. Area otak yang tidak lagi memroses molekul secara normal berarti sudah rusak, jelas Dodel.

Baca juga: Dianjurkan Menteri Susi, Makan Ikan Ternyata Turunkan Risiko Alzheimer

Metode ketiga melibatkan pemeriksaan cairan serebrospinal. Di sini juga, dokter melihat konsentrasi protein tertentu.

Ketika gejala pertama muncul, tiga metode pertama tetap menjadi pilihan. Namun, tes neuropsikometrik baru sedang ditambahkan.
Dengan menggunakan berbagai kuesioner dan pemeriksaan, dokter menguji otak pasien. Salah satu tes paling terkenal adalah tes jam.

Pasien diminta untuk menulis angka dari satu hingga dua belas pada sebuah gambar jam. Pasien kemudian diminta untuk menggambarkan waktu tertentu.

Jika ini tidak lagi berfungsi, atau jika hasilnya berubah secara aneh, ini adalah indikasi yang sangat jelas dari demensia tingkat lanjut. Apakah ini benar kasus Alzheimer, harus diuji dengan pemeriksaan psikometri yang lebih rinci.

Lebih Baik Mencegah

Justru karena saat ini belum ada obat untuk penyakit Alzheimer, para ahli seperti Richard Dodel merekomendasikan tindakan pencegahan.

"Pendidikan adalah faktor yang sangat penting," kata dokter itu.

Pendidikan yang baik pada sepertiga pertama fase kehidupan dapat mengurangi risiko pengembangan Alzheimer hingga delapan persen.

Dengan bertambahnya usia, faktor-faktor lain ikut berperan. Sebagai contoh, sangat penting untuk mengkompensasi gangguan pendengaran dan penglihatan dengan alat bantu dengar dan alat bantu penglihatan.

Jika otak tidak lagi digunakan secara normal di area-area ini, penyakit akan berkembang.

Baca juga: Tes Darah Ini Bisa Prediksi Kemunculan Alzheimer 30 Tahun Lebih Awal

"Latihan juga merupakan faktor utama," kata Dodel, yang merekomendasikan untuk menari.

"Tango lebih baik daripada berdansa waltz. Karena pada titik tertentu kita dapat melakukan waltz secara tidak sadar, tetapi dengan Tango kita selalu harus memikirkan langkah-langkah rumit," imbuhnya.

Kelebihan berat badan, diabetes dan penyakit pembuluh darah juga merupakan faktor risiko tambahan. Karena itu, merokok, alkohol, dan diet yang tidak seimbang juga dapat meningkatkan risiko.

Terakhir tetapi tidak kalah pentingnya, melakukan kontak teratur dengan orang lain. Kesepian dan isolasi sosial membuat otak kurang aktif.

"Jika Anda dapat mengantisipasi semua faktor risiko, Anda dapat mengurangi risiko hingga 35 persen," tandas Dodel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com