KOMPAS.com - Dalam debat capres ketiga 17 Maret 2019 lalu, salah satu topik kesehatan yang dibahas dalam debat adalah stunting atau tinggi balita kurang dari normal.
Berkaitan dengan hal tersebut, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) memandang perlu untuk memberi informasi faktual kepada masyarakat.
Melalui keterangan resmi AIMI yang diterima Kompas.com, Kamis (28/3/2019), AIMI menyayangkan isu stunting dijadikan komoditas politik karena ditakutkan hanya akan memberi solusi yang juga bersifat politis.
"Pencegahan stunting memang menjadi program nasional. Karena jika tidak dicegah, dampaknya akan luar biasa terhadap generasi Indonesia di masa mendatang," tulis Nia Umar selaku Ketua Umum AIMI lewat siaran pers.
Baca juga: Pernah Alami Stunting Saat Kecil, Bisakah Tambah Tinggi Ketika Dewasa?
Tentang stunting
Dijelaskan AIMI, stunting adalah kondisi yang membuat pertumbuhan balita tidak optimal atau kurang jika dibanding anak seusianya.
Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, sakit pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi.
Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama beberapa tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk.
Prevalensi stunting di Indonesia sesuai data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 sebesar 30,8 persen.
Mencegah stunting
Mencegah stunting secara efektif hanya dapat dilakukan sejak dalam kandungan dan dalam 1000 hari pertama kehidupan.
Itu artinya ada 4 fase penting dalam mencegah stunting, yaitu: fase prekonsepsi atau tahapan perencanaan/persiapan kehamilan, fase kehamilan, fase menyusui hingga usia 2 tahun atau lebih, dan fase pemberian makanan padat pendamping Air Susu Ibu (ASI) yang dimulai sejak bayi berusia 6 bulan.
"Segala bentuk solusi instan berupa pembagian asupan tambahan bukan solusi efektif mencegah stunting, apalagi jika tidak diikuti upaya perbaikan dan edukasi yang komprehensif dan berkelanjutan kepada masyarakat," tandas Nia.
Segala bentuk solusi instan berupa bagi-bagi susu yang juga melibatkan berbagai elemen masyarakat termasuk dunia usaha berpotensi membuka celah yang besar terhadap praktik konflik kepentingan dan pelanggaran terhadap Kode Internasional WHO terkait Pemasaran Produk Pengganti ASI.
Kode WHO yang ditetapkan di tahun 1981 ini dibuat untuk melindungi dan mendukung menyusui dengan mengatur praktik perdagangan susu formula (selanjutnya akan disebut formula) dan makanan pengganti ASI.
Kode ini mengatur pemasaran formula yang targetnya adalah perusahaan/produsen formula dan BUKAN pengguna formula.
Indonesia saat ini menghadapi kondisi double burden dengan tingginya angka stunting dan juga meningkatnya angka obesitas.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya tingkat konsumsi makanan yang meningkat dan tidak disertai dengan pemberian informasi yang memadai tentang pola maka gizi seimbang dan pola hidup sehat.
Baca juga: Tak Hanya Gizi, Asap Kebakaran Hutan Juga Sebabkan Stunting
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) adalah organisasi nirlaba berbasis kelompok sesama ibu menyusui dengan tujuan menyebarluaskan pengetahuan dan informasi tentang menyusui serta meningkatkan angka ibu menyusui di Indonesia.
Berdiri pada tanggal 21 April 2007, saat ini AIMI terdapat di 16 daerah/provinsi yakni Sumatra Utara, Bangka Belitung, Sumatra Barat, Jambi, Lampung, Kepulauan Riau, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Serta memiliki cabang di 9 kota/kabupaten di luar ibu kota provinsi yakni Depok, Cirebon, Bekasi, Bogor, Solo, Purwokerto, Bantul, Malang, dan Sorowako. Sekretariat AIMI berkedudukan di DKI Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.