Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disinggung dalam Debat Pilpres Ketiga, Apa Itu Stunting dan Dampaknya?

Kompas.com - 18/03/2019, 11:52 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Masalah stunting atau pertumbuhan tidak optimal disinggung dalam debat pilpres putaran ketiga tadi malam.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian stunting di Indonesia 30,8 persen. Angka ini tergolong masih tinggi jika mengacu ambang batas maksimal Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menargetkan stunting 20 persen.

Caroline Riady, Wakil Presiden Direktur Siloam Hospitals Group mengatakan, 30 persen anak balita di Indonesia terancam kondisi stunting yang dapat menghambat pertumbuhan fisik maupun perkembangan kemampuan kognitif dan intelektual anak

Lantas, apa yang dimaksud stunting?

Stunting adalah kondisi di mana pertumbuhan anak terhambat sehingga memiliki perawakan pendek.

Baca juga: Beda Pemahaman Stunting antara Sandiaga dan Maruf Amin dalam Debat

Kondisi ini muncul karena kebutuhan asupan nutrisi selama sembilan bulan di dalam kandungan tidak terpenuhi atau selama masa pertumbuhan kritis.

Para ahli menyepakati, stunting terbentuk dalam 1.000 hari pertama kehidupan anak sejak di dalam rahim.

"Penyebab utama stunting berasal dari 1.000 hari pertama kehidupan sejak awal kehamilan hingga anak berusia dua tahun," kata Dr. dr. Dian Novita Chandra, M. Gizi yang merupakan staf pengajar dari Departemen Ilmu Gizi FKUI.

Hal itu bisa karena kurangnya jumlah asupan makanan atau kualitas makanan yang kurang baik, misalnya kurangnya variasi makanan.

Selain makanan, kesehatan ibu selama kehamilan, pola asuh dan kesehatan anak, serta kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan.

Dampak stunting sepanjang kehidupan

Gawatnya, kekurangan gizi pada masa anak-anak berdampak serius tidak hanya saat usia kecil anak, tapi berdampak pada sepanjang hidupnya.

Stunting memengaruhi kapasitas belajar pada usia sekolah, nilai dan prestasi sekolah, upah kerja pada saat dewasa, risiko penyakit kronis seperti diabet, morbiditas dan mortalitas, dan produktivitas ekonomi.

Jika tidak ditangani dengan baik, persoalan stunting yang masif dapat menganggu produktivitas nasional dan mengancam masa depan generasi muda dan bangsa. Stunting berdampak negatif pada daya tahan dan kecerdasan anak secara jangka panjang.

Studi yang dilakukan oleh McDonald CM dkk (2013) atas negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menunjukkan bahwa tingkat kematian anak yang mengalami stunting dan kekurangan berat badan tiga kali lebih besar ketimbang anak dengan gizi memadai.

Adapun studi yang dilakukan Grantham-McGregor dan Baker-Henningham (2005) menunjukkan bahwa di banyak negara, stunting berkaitan dengan rendahnya kemampuan kognitif anak dan performa mereka di sekolah.

Baca juga: Bersama Menanggulangi Stunting

"Jika kualitas sumber daya manusia Indonesia rendah akibat stunting, bonus demografi yang diprediksi akan dinikmati pada kurun 2030-2040 berpotensi menjadi petaka alih-alih karunia," imbuh Carolina.

Seperti disampaikan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), persoalan stunting diperkirakan dapat menyebabkan hilangnya 3 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, atau sekitar Rp 300 triliun. Angka ini setara dengan 13,8 persen proyeksi pendapatan negara tahun 2019

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau