Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Sedunia, Susah Tidur Nyenyak tapi Tak Mau ke Dokter

Kompas.com - 15/03/2019, 17:10 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Selamat hari tidur sedunia. Bagaimanakah tidur Anda belakangan ini? Bila nyenyak, Anda harus bersyukur.

Pasalnya, survei tidur global tahunan yang dirilis oleh Royal Philips dalam laporan "The Global Pursuit of Better Sleep Health” menunjukkan bahwa orang yang bisa tidur nyenyak itu langka.

Melibatkan lebih dari 11.000 orang dewasa di Australia, Brasil, Kanada, China, Prancis, Jerman, India, Jepang, belanda, Singapura, Korea Selatan dan Amerika Serikat; survei ini menemukan bahwa masyarakat dunia semakin kurang tidur.

Tidak hanya kurang tidur saja, 62 persen partisipan juga menggambarkan tidur mereka sebagai ‘agak’ atau ‘tidak sama sekali' baik. Lalu, hampir setengahnya atau 44 persen mengatakan bahwa kualitas tidur mereka memburuk dalam lima tahun terakhir.

Alasannya bermacam-macam. Namun, yang paling menonjol adalah stres. Tekanan atau rasa khawatir menyebabkan 50 persen partisipan kehilangan tidur.

Baca juga: World Sleep Day, Ini 4 Manfaat Tidur yang Perlu Diketahui

Selain itu, alasan lainnya adalah lingkungan tidur (32 persen), gangguan dalam bentuk hiburan seperti televisi, media sosial (27 persen), kondisi kesehatan seperti masalah nyeri atau pernapasan (23 persen), minum minuman berkafein atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu menjelang tidur (18 persen), dan pasangan mendengkur (17 persen).

Akibat dari hal ini, 60 persen pun mengaku sering mengalami kantuk pada siang hari.

Terkait temuan di atas, Dr. Andreas Prasadja, RPSGT, praktisi kesehatan tidur di Snoring and Sleep Disorder Clinic, RS Mitra Keluarga Kemayoran berkata bahwa hal yang sama juga terjadi di Indonesia.

Dia berkata bahwa ada tiga masalah yang banyak dialami oleh pasiennya, yaitu kantuk pada siang hari, mendengkur dan susah tidur atau insomnia.

"Banyak orang masih berpikir bahwa mereka memiliki masalah tidur hanya saat mereka tidur di malam hari, dan berpikir mendengkur berarti mereka tidur nyenyak,” ujarnya seperti dilansir dari siaran pers yang dibagikan Royal Philips.

Baca juga: Misteri Tubuh Manusia, Kenapa Menguap Bisa Menular?

Dia melanjutkan, ini tidak benar. Mendengkur dapat menyebabkan Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang jika tidak ditangani dapat berkontribusi pada sejumlah penyakit seperti penyakit jantung, obesitas, dan bahkan impotensi.

Tak Mau ke Dokter

Walaupun masalah tidur sudah dirasa menganggu, sayangnya tidak banyak orang yang mau meminta pertolongan medis atau berkunjung ke dokter. Bahkan, banyak dari mereka yang tidak menganggap tidur sebagai prioritas.

31 responden survei berkata bahwa mereka bersedia untuk mempelajari lebih lanjut tentang tidur dan perawatan untuk meningkatkan kualitas tidur melalui internet, dan 34 persen bersedia menemui spesialis tidur.

Namun, 75 persen berkata bahwa mereka belum menemui dokter dikarenakan berbagai macam alasan, termasuk pertimbangan mengenai biaya konsultasi dan perawatan.

Daripada berkunjung ke dokter, mayoritas responden ditemukan memilih untuk bereksperimen, misalnya dengan membuat jadwal tidur dan bangun (22 persen), menonton televisi (33 persen), mengurangi konsumsi kafein (23 persen), memainkan musik yang menenangkan (24 persen) dan bahkan tidur di lokasi yang berbeda dari pasangannya (17 persen).

Menanggapi hal ini, Dick Bunschoten selaku Presiden Direktur dari Philips Indonesia berkata bahwa kondisi orang-orang di Indonesia yang kurang menangani masalah tidur dengan serius sangat mengkhawatirkan, terutama masalah mendengkur.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Bantal, Paling Awal Dibuat dari Batu

Dia pun berkata bahwa Royal Philips berdedikasi dalam mengembangkan solusi yang terbukti secara klinis dapat membantu orang mengatur kesehatan tidur mereka.

Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Andreas yang berpendapat bahwa pola pikir masyarakat yang berupaya untuk tetap bangun dengan minum kopi dan mengonsumsi vitamin, tanpa memandang bahwa mengantuk di saat cukup tidur adalah sesuatu yang salah, perlu diubah.

Dia mengatakan, kurangnya kualitas tidur akan menurunkan produktivitas karena kinerja otak kita dioptimalkan pada saat tidur.

“Mereka yang tidurnya tidak berkualitas dalam waktu panjang— ditandai dengan sering terbangun atau mendengkur di malam hari, serta merasa mengantuk di siang hari—harus berkonsultasi dengan dokter untuk mengidentifikasi dan menentukan apakah mereka memiliki faktor risiko kesehatan seperti OSA,” imbuhnya.

Perlu diketahui, OSA ditandai dengan gangguan pernapasan atau henti napas beberapa kali sepanjang tidur sehingga mencegah oksigen mencapai paru-paru. Gejalanya seperti tersedak atau napas tersengal saat tidur, dengkuran yang permanen dan keras, kelelahan berlebihan dan konsentrasi yang buruk di siang hari.

Jika tidak ditangani, OSA bisa berbuntut panjang menjadi penyakit jantung, diabetes tipe dua, stroke dan tekanan darah tinggi.

Andreas pun menegaskan, sangat penting untuk menyadari bahwa ketika Anda terus mendengkur, itu bukan tanda tidurnya nyenyak. Itu artinya Anda harus pergi ke dokter. Mengandalkan sumber dan artikel online saja tidak cukup.

Philips Indonesia Survei Tidur Asia Pasifik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com