Kemudian ada Babad Giyanti geger Inggrisan dumugi jumeneng Hamengku Buwono III. Seperti judulnya, babad ini mengisahkan pemberontakan terhadap jajahan Inggris sampai HB III naik tahta.
Babad-babad yang berisi bagaimana Yogyakarta dipimpin dari satu Raja ke Raja lain, sampai serat Pawukon yang berisi teks macapat, prosa, ramalan, ilmu nujum, sebab musabab gempa, gerhana dan lain-lain.
Carik KHP Widya Budaya, KRT Widyacandra Ismayaningrat mengatakan, naskah-naskah kuno yang disimpan KHP Widyabudaya mayoritas terbuat dari kertas lokal dari serat ketela.
Kertas seperti ini lebih tipis dan riskan rusak, sehingga sangat perlu diperhatikan perawatannya.
"Kami menyesuaikan dengan standar nasional. Stabil suhunya, di tempat ber-AC. Kemudian disimpan dalam boks kertas untuk menekan Ph kadar air, perlembar kertas disisipi kertas minyak," ujar Candra.
Baca juga: 5 Fakta Sejarah Majapahit, Kerajaan Terbesar di Nusantara
Naskah paling diminati
Menurut pegawai pameran, serat Pawukon adalah yang paling diminati. Selain mengetahui sebab akibat bencana alam, di serat itu juga tertulis ramalan akan nasib seseorang.
"Serat Pawukon itu agak mirip dengan Primbon, ada perhitungan-perhitungan Jawa, mana hari baik dan bukan, bagaimana sifat seseorang dan lainnya," kata perempuan itu menjelaskan dengan sabar.
Di bagian terakhir pameran, ada beberapa potret digitalisasi tari. Namun sayangnya tidak dijelaskan lebih lanjut.
Saat berkunjung ke Keraton Kamis (14/3/2019), Kompas.com juga tidak dapat melihat proses penyerahan naskah dan digitalisasi yang sebelumnya ada di British Library. Selain itu, pengunjung maupun media tidak diperbolehkan mengambil gambar di dalam ruang pameran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.