Sayangnya, lokasi yang paling memungkinan untuk menghubungkan ketiga blok (lingkaran kuning pada gambar di atas) adalah lokasi PLTA Batangtoru (kotak merah). Proyek ini juga dikhawatirkan akan membelah blok barat menjadi dua dengan pembangunan jalan akses dan sutet, sehingga populasi orangutan semakin terfragmentasi.
Dalam akun resminya di Instagram, PLTA Batangtoru mengklaim telah membangun jembatan arboreal agar satwa dapat berpindah tempat. Namun, jembatan itu dinilai koalisi Indonesia tidak layak untuk orangutan.
“Jembatan arboreal yang cuma tali itu belum dipastikan akan dipakai orangutan secara ilmiah,” ujar Panut.
Dia menambahkan bahwa dengan adanya aktivitas manusia, sutet, dan lain-lain; orangutan yang pada dasarnya menghindari manusia dan keributan juga tetap akan terusir kalaupun PLTA Batangtoru membangun jembatan yang layak dan menyerupai hutan.
Orangutan Tapanuli secara alami hidup di dataran rendah (kurang dari 500 meter) yang hangat dan banyak air. Mereka bisa tergusur ke elevasi yang lebih tinggi dengan adanya PLTA Batangtoru. Bila hal ini terjadi, Arrum berkata bahwa persaingan mencari makan dan pasangan akan menjadi lebih sengit, dan memicu timbulnya inbreeding (kawin sedarah).
“Keragaman genetika yang kurang itu bikin kepunahan,” imbuhnya.
Baca juga: Orangutan Tapanuli Masuk 10 Besar Spesies Baru Tahun Ini
Bola di tangan Jokowi
Demi menyelamatkan orangutan Tapanuli yang begitu rentan, Koalisi Indonesia dan berbagai organisasi internasional pun menyurati Jokowi.
Di samping meminta Presiden untuk membatalkan pembangunan bendungan, mereka mendorong Jokowi untuk mengambil langkah-langkah yang melindungi orangutan Tapanuli dan ekosistem Batangtoru untuk jangka panjang. Salah satunya dengan mengeluarkan undang-undang yang mengakui status khusus dan melindungi daerah tersebut dari semua bentuk pengembangan industri.
Glenn mengatakan, harapannya (dengan mengirimkan surat) adalah agar pembangunan dihentikan. Namun jangka pendeknya, proyek dihentikan dahulu untuk dievaluasi kembali.
Koalisi Indonesia juga membuka dialog mengenai masalah ini dan peluang lain yang mempromosikan petumbuhan yang bertanggung jawab untuk lingkungan di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.