KOMPAS.com - Katak asli Indonesia bertambah satu lagi setelah Microhyla gadjahmadai muncul. Jumlah katak asli Indonesia yang tercatat saat ini ada 407 spesies.
Nama gadjahmadai sendiri dipakai untuk menghormati Mahapatih Gadjah Mada yang telah mempersatukan Nusantara di masa kerajaan Majapahit.
Menurut keterangan resmi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), katak yang berukuran kurang dari tiga sentimeter itu dideskripsikan oleh Vestidhia Y. Atmaja, seorang mahasiswa progra master Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada dengan bimbingan dari ahli katak LIPI Amir Hamidy.
M. gadjahmadai memang baru dipublikasikan di jurnal Treubia Volume 45 pada Desember 2018 lalu, tapi sebenarnya Amir pertama kali menjumpainya di Lampung dan Bengkulu sejak 2010.
Baca juga: Sembunyi Hampir 40 Tahun, Lebah Terbesar di Dunia Ditemukan di Maluku
"Sekitar tahun 2010-an saya sampling di Lampung dan Bengkulu menemukan spesimen dari jenis ini. Cuma pada saat itu masih diidentifikasi atas nama Microhyla achatina," terang Amir dihubungi Kompas.com, Kamis (28/2/2019).
Setelah Amir, ekspedisi berikutnya yang dilakukan Eric N. Smith dari Universitas Texas Arlington, AS, antara 2013-2015 di Sumatra juga menemukan katak sejenis.
Kini, koleksi referensi jenis katak M. gadjahmadai sudah disimpan di Museum Zoologicum Bogoriense, Jawa Barat, sebagai pusat depositori nasional sekaligus museum zoologi terbesar di Asia Tenggara.
Sebagai informasi, saat ini di Indonesia ada 10 jenis marga Microhyla atau yang lebih dikenal dengan nama percil. Enam di antaranya ditemukan di Sumatra, termasuk M. gadjahmadai.
Ekspedisi panjang penemuan katak jenis baru
Penemuan katak M. gadjahmadai berawal dari ditemukannya katak yang menyerupai M. achatina atau percil Jawa di Lampung dan Bengkulu.
Padahal berdasarkan catatan percil jawa hanya ditemukan di Jawa dan Bali saja.
"Penemuan katak ini (M. gadjahmadai) di lapangan sebenarnya sudah lama sejak 2010. Secara morfologi katak jenis baru mirip dengan M. achatina. Saat pertama kali dijumpai belum ada yang sadar bahwa ini merupakan katak jenis baru," jelas Amir.
Barulah pada 2011, Masafumi Matsui dari Universitas Kyoto, Jepang, mempublikasikan laporan yang menjelaskan perbedaan M. achatina dari Jawa dan yang ditemukan di Sumatra, berdasarkan karakter molekuler.
"Untuk menambah keyakinan, kami melakukan analisis molekuler lanjutan dan pengamatan morfologi," kata Amir.
Hasil analisa molekuler kemudian dideskripsikan oleh Vestidhia Y. Atmaja hingga akhirnya dia mendeskripsikan katak jenis baru.