Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Caroline Riady

Wakil Presiden Direktur Siloam Hospitals Group

Bersama Menanggulangi "Stunting"

Kompas.com - 30/01/2019, 11:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keterlibatan lebih intens kalangan usaha di daerah tertentu akan memberikan ruang lebih besar kepada pemerintah untuk memperhatikan daerah lain yang tidak dirambah oleh kalangan usaha.

Kalangan usaha di sektor layanan kesehatan, dalam hal ini rumah sakit swasta, dapat diberi peran lebih besar dalam upaya bersama pencegahan stunting.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang diolah oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia tercatat berjumlah 2.820 (per April 2018). Jumlah itu terdiri dari 1.016 rumah sakit pemerintah dan 1.804 rumah sakit swasta.

Melalui jejaring, layanan kesehatan ibu dan anak, fasilitas sarana dan prasarana, serta sumber daya dokter dan tenaga kesehatan yang mereka miliki, rumah sakit swasta dapat menjadi mitra pemerintah, di antaranya dalam kampanye dan edukasi tentang perbaikan gizi serta praktik baik dalam intevensi gizi, antara lain suplementasi dan konseling gizi.

Perspektif gender

Kebijakan penanggulangan stunting tak pelak harus menyasar ibu sebagai target demografis utama.

Hal ini mengingat selain sebagai orangtua yang mengandung dan menyusui, ibu juga berperan lebih besar dalam merawat anak usia dini di masyarakat Indonesia pada umumnya.

Namun demikian, perlu digarisbawahi bahwa intervensi yang dilakukan bukan semata-mata menyasar aspek peran bawaan perempuan (seperti kesehatan ibu hamil dan ASI eksklusif), melainkan juga pemberdayaan perempuan secara lebih luas.

Berbagai studi yang dilakukan di negara-negara Asia dan Afrika menunjukkan adanya asosiasi antara pemberdayaan perempuan dan tingkat prevalensi stunting.

Di Laos, misalnya, kemungkinan seorang anak mengalami stunting lebih kecil jika sang ibu memiliki akses lebih besar atas layanan kesehatan, rasa penghargaan diri, dan kendali atas uang.

Dengan kata lain, semakin besar otonomi ibu, semakin kecil kemungkinan anak mengalami stunting.

Banyak ahli sepakat bahwa aspek-aspek seperti akses terhadap pendapatan, keterlibatan dalam pengelolaan keuangan keluarga, dan kewenangan dalam pengambilan keputusan oleh perempuan berperan penting dalam mengatasi masalah gizi masyarakat.

Oleh karena itu, program penanggulangan stunting harus memiliki perspektif gender dan dibingkai dalam kerangka pemberdayaan perempuan yang lebih luas.

Seperti layaknya masalah-masalah lain di dunia ini, persoalan stunting hanya dapat diatasi dengan memberdayakan perempuan di dalam masyarakat maupun dalam keluarga untuk dapat memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Stunting adalah persoalan serius yang dapat merampas hak dasar anak atas kesehatan dan tumbuh kembang yang baik.

Jika tidak ditangani dengan benar, yang dipertaruhkan adalah keberlangsungan hidup anak-anak kita dan bangsa Indonesia di masa mendatang.

Oleh karena itu, kita berkewajiban untuk bersama-sama menanggulangi persoalan stunting melalui kolaborasi yang erat, terpadu, dan terencana dengan baik melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau