KOMPAS.com - Lewat proses fotosintesis, tumbuhan dapat mengubah sinar matahari menjadi makanan. Meski proses ini sangat penting dan alami, sayangnya tidak efisien.
Selain melakukan fotosintesis, tanaman juga harus berurusan dengan proses bernama fotoresprasi yang secara signifikan mengurangi hasil panen.
Untuk menangani persoalan tersebut, para ahli telah merancang sebuah alternatif terkini.
Seperti dilaporkan jurnal Science, para ahli telah mengembangkan beberapa alternatif agar tanaman dapat melakukan proses fotoresprasi yang efisien dan tidak memakan energi.
Baca juga: Fotosintesis Ternyata Bisa Didengar, Begini Caranya
Kombinasi gen dan promotor baru telah diuji pada 1.700 tanaman.
Penelitian ini merupakan bagian dari studi bertema Realizing Increased Photosynthetic Efficiency (RIPE), sebuah proyek internasional untuk meningkatkan produktivitas pangan di seluruh dunia.
Pekerjaan ini membutuhkan waktu dua tahun untuk mereplikasi hasil, dan tim berhasil membuktikan bahwa tanaman rekayasa berhasil tumbuh lebih tinggi dan berkembang lebih cepat.
Sekitar lebih dari 40 persen biomasa diproduksi, sebagian besar ditemukan di batang tanaman yang lebih besar.
"Kalori yang hilang akibat fotoresprasi itu sebenarnya bisa untuk memberi makan sekitar 200 juta orang setiap tahunnya," kata peneliti utama Donald Ort, Profesor Robert Emerson dari Plant Science and Crop Science dalam pernyataan seperti dilansir IFL Science, Jumat (4/1/2018).
"Dengan mengembalikan sebagian kalori akan sangat membantu memenuhi kebutuhan makan manusia abad 21 yang berkembang pesat karena pertumbuhan populasi dan maraknya diet kalori tinggi," sambungnya.
Fotorespirasi bukanlah hal buruk, hanya saja kurang efisien.
Enzim Rubisco sangat penting untuk fotosintesis tapi mampu menciptakan senyawa beracun bagi tanaman. Sebab itu, enzim Rubisco harus didaur ulang melalui fotoresprasi yang menghabiskan energi.
"Proses tersebut menghabiskan energi dan sumber daya tanaman yang sebenarnya dapat diinvestasikan dalam fotosintesis agar bisa tumbuh lebih tinggi dan menghasilkan cadangan makanan lebih banyak," kata ahli biologi molekuler Paul South.
Baca juga: Tanaman Herbal, Bisakah Disebut Mampu Menyembuhkan Kanker?
Mereka memperkirakan butuh sekitar satu dekade untuk merekayasa tanaman pangan pokok dan mendapat persetujuan.
Mereka juga sedang berupaya memastikan bahwa petani di Afrika Sub-Sahara dan Asia Tenggara dapat mengakses semua terobosan ini dengan mudah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.