Panjang sesar itu dihitung dengan rinci oleh Mudrik dan tim dari ujung sebelah barat sampai ujung sebelah timur.
Batas ujung sebelah barat dimulai dari daerah Padalarang, Ngamprah, Cisarua, Parongpong, Lembang, Gunung Batu, Maribaya, Batu Lonceng, kemudian tanda sesar aktif menghilang di sekitar Palintang.
"Dan dia (sesar Lembang) memiliki periode ulang antara 170 tahun sampai 670 tahun," sambungnya menjawab pertanyaan yang selama ini belum terjawab.
Hingga saat ini, Mudrik dan timnya baru menemukan tiga catatan gempa tua di sesar Lembang, yakni di abad ke-15, 60 SM, dan 19.600 tahun yang lalu.
"Kita baru tahu tiga sejarah ini. Kalau kita mau tahu lebih lagi, kita harus teliti lebih dalam lagi," sambungnya.
Dari ketiga jejak gempa itu, hanya gempa pada 60 SM yang dapat diungkap berapa kekuatannya. Menurut catatan Mudrik, gempa saat itu berkekuatan 6,5.
"Jadi (studi) kita masih sangat kasar sekali karena kita berhadapan dengan iklim tropis, curah hujan tinggi, erosi, dan lain sebagainya. Semua itu memberikan tantangan sendiri untuk melakukan penelitian paleoseismology di Indonesia, khususnya di daerah tropis," sambungnya.
Baca juga: Menguak Sesar Lembang, Seberapa Dahsyat Bisa Guncang Bandung?
Mudrik mengharapkan setelah diterbitkannya studi terbaru tentang sesar Lembang akan ada penanganan yang lebih serius untuk meneliti lebih dalam dari yang saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.