Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bak Fiksi Ilmiah, Katedral Bawah Tanah Ini Lindungi Tokyo dari Banjir

Kompas.com - 20/12/2018, 19:33 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

"Fasilitas ini seperti fiksi sains," kata Inaoka dari JICA. Dia bertugas untuk bekerjasama dengan para pakar dari negara-negara berkembang untuk membagikan keahlian Jepang.

Namun Inaoka juga mengakui bahwa perubahan pola hujan akan menyulitkan infrastruktur Tokyo. Perubahan iklim akan menyulitkan perencanaan ke depan, katanya.

Berdasarkan catatan curah hujan, perencana kota merancang Tokyo bisa menampung 50 milimeter hujan per jam, terutama di wilayah di mana terdapat konsentrasi orang dan properti. Namun apa yang lima puluh tahun lalu dianggap normal, kini tidak lagi berlaku.

Baca juga: Waspadai Penyakit yang Dibawa Tikus Saat Banjir

Sama seperti di negara-negara lain, jumlah hari dengan curah hujan tinggi telah meningkat dalam 30 tahun terakhir, menurut Badan Meteorologi Jepang, ini adalah tanda adanya perubahan pola.

Beberapa estimasi memperkirakan bahwa pada abad 21, curah hujan di Jepang bisa meningkat 10 persen. Pada musim panas, angka ini bisa mencapai 19 persen.

Biro Konstruksi Pemerintah Metropolitan Tokyo mengklaim bahwa mereka sadar akan perubahan ini dan telah meningkatkan kriteria curah hujan untuk mengantisipasinya.

Di sedikitnya tiga kawasan, kini dbiangun proyek-proyek untuk menampung curah hujan yang bsia mencapai 65 dan 75mm per jamnya.

Tapi pakar seperti Nobuyuki Tsuchiya, mantan kepala insinyur sipil di wilayah Edogawa, Tokyo, mengatakan bahwa pihak berwenang terlalu lama membahas tindakan yang harus mereka ambil.

"Sayangnya, tindakan pengendalian banjir dalam kaitannya dengan perubahan iklim belum terjadi di Jepang," kata Tsuchiya, direktur Japan Riverfront Research Centre.

Pada bukunya yang terbit pada 2014, "Shuto Suibotsu" ('Ibu Kota yang Tenggelam'), Tsuchiya mengingatkan bahwa Tokyo tidak siap untuk menghadapi hujan deras yang datang sebagai dampak pemanasan global.

Di area Tokyo yang rendah, sekitar 2,5 juta orang bisa terkena dampak banjir jika ada gelombang tinggi, dan nasib mereka harus menjadi prioritas perencanaan kota, kata pakar itu.

Pada awal 2018, hujan deras di Jepang barat menewaskan ratusan orang dan menimbulkan kerugian ekonomi mencapai jutaan yen saat sungai meluap. Jika itu terjadi di Tokyo, kata Tsuchiya, kota ini akan lumpuh.

Baca juga: Penyakit Berbahaya yang Sering Muncul Pasca-banjir

Risiko ini tak hanya terjadi di Tokyo. Kota-kota besar lain seperti New York, Shanghai dan Bangkok akan menjadi semakin rapuh terhadap banjir dan badai akibat perubahan iklim.

Seperti halnya ibu kota Jepang itu, sebagian besar juga tengah menilai opsi yang tersedia dan perlahan bekerja untuk membangun sistem pertahanan baru.

Rencana adaptasi perubahan iklim London, contohnya, menempatkan banjir sebagai ancaman utama, karena seperlima dari kota itu terletak di bawah permukaan sungai Thames.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com