"Aplikasi itu bukan sampah teknologi seperti halnya permainan Candy Crush yang hanya merilis dopamin. Tapi Anda tetap harus waspada dan membatasi anak Anda," kata Kang.
Di sisi lain, terdapat sampah teknologi yang kemungkinan kita gunakan ketika kita sedang merusak diri sendiri.
Kang membandingkannya dengan dorongan emosional menyantap junk food yang kita lakukan saat kita stres.
"Racun yang benar-benar kita khawatirkan adalah ketika Anda mengambil keuntungan dari aktivitas itu. Misalnya pornografi, perundungan, judi, dan gim video yang didesain seperti mesin penjual atau terlibat ujaran kebencian."
Membatasi teknologi
Diet sehat teknologi apapun akan menjauhkan Anda dari racun, kata Dr Kang. Namun kenakalan kecil terhadap pembatasan itu sebenarnya tak bermasalah.
Kita semua disarankan menghindari makanan kaleng atau minuman mengandung pemanis buatan. Tapi tak ada persoalan menyantap pizza dan berondong jagung bersama anak-anak Anda pada Jumat malam.
Hal sama, barangkali tak ada masalah jika Anda menyantap cemilan saat tanpa berpikir berselancar di Instagram atau bermain gim video.
Bagaimanapun, jika Anda diabetes atau diduga keras mengidap penyakit gula, diagnosa medis Anda akan lebih membatasi gula dibandingkan saran medis untuk orang pada umumnya.
Dr Kang menegaskan, hal yang sama berlaku pada teknologi.
"Jika Anda adalah seseorang yang datang dari keluarga dengan sejarah kecanduan, kegelisahan, depresi atau yang tak mampu mengelola waktu, maka Anda harus berhati-hati karena Anda berpotensi besar mengonversikannya menjadi ketergantungan pada racun."
Kang menuturkan, remaja lebih rawan terhadap ketergantungan ini. Terdapat cukup banyak penelitian yang mengidentifikasi orang-orang dengan potensi tinggi kecanduan internet.
Baca juga: Terbukti, Internet Ambil Bagian dalam Masalah Kurang Tidur
Detoksifikasi digital
Akses terhadap internet dan penetrasi ponsel pintar masih terus meluas ke berbagai penjuru dunia.
Namun sejumlah negara menolak kehidupan yang terus-menerus terhubung dengan dunia maya.