Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Resolusi Sehat 2019? Ahli Sarankan Diet Teknologi

KOMPAS.com - Rata-rata pengguna internet menghabiskan sekitar 6,5 jam harinya berselancar di dunia maya. Kecenderungan itu tercatat dalam survei yang digelar di 34 negara oleh firma data konsumen, GlobalWebIndex.

Survei itu mencatat, dalam sehari pengguna internet di Thailand, Filipina, dan Brasil menghabiskan sembilan jam di internet. Satu pertiga waktu itu mereka gunakan di media sosial.

Efek teknologi terhadap kesehatan raga dan jiwa masih menjadi inti penelitian ilmu pengetahuan.

Dr Shimi Kang, pakar kesehatan mental anak dan orang dewasa yang ternama dari Kanada, kini tengah fokus menyelidiki kecanduan teknologi.

"Teknologi semakin dikaitkan dengan kegelisahan, depresi, dan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh. Kecanduan yang disebabkan internet kini menjadi diagnosa medis," ujar Kang kepada BBC.

Sama seperti makanan dengan kadar gizi rendah atau tinggi, teknologi pada dasarnya juga memiliki beberapa tipe.

Jika kita ingin mengelola hubungan yang sehat dengan teknologi, kita perlu memahami sejauh apa efek mereka terhadap otak kita.

Bagaimana otak bereaksi terhadap teknologi

Dr Kang mengatakan, otak kita melakukan proses metabolisme terhadap teknologi dengan cara melepas enam molekul kecil berbeda ke dalam tubuh, yakni:

  • Serotonin - Dilepas ketika kita tengah kreatif, terhubung dan berkontribusi pada suatu hal.
  • Endorfin - Penghilang rasa sakit pada tubuh dan molekul kecil kedamaian. Ini dilepas ketika kita fokus pada suatu hal, bermeditasi, bersyukur, dan melatih organ kardioveskular.
  • Oksitoksin - Dilepas ketika kita menjalin sebuah hubungan. Ini kerap dianggap positif, tapi banyak predator di dunia maya memanfaatkan ini untuk memperdayai kepercayaan korban.
  • Dopamin - Hormon kesenangan yang berkaitan dengan reaksi instan, tapi juga ketergantungan. Teknologi kini condong didesain secara khusus untuk memicu pelepasan dopamin.
  • Adrenalin - Terkenal mengelola reaksi kita dalam pertengkaran atau situasi tak biasa, seperti berada pada suatu penerbangan. Namun pelepasan molekul ini juga didorong 'like', 'poke' dan perbandingan akun media sosial.
  • Kortisol - Tanda-tanda dari kegelisahan, kurang tidur, terlalu sibuk, gangguan pikiran.

Jadi, tidak semua teknologi memiliki karakter sama dan yang lebih penting adalah teknologi menghasilkan efek yang berbeda-beda.

Kesehatan, racun, dan sampah teknologi

"Teknologi yang sehat dapat memacu metabolisme otak yang melepaskan serotonin, endorfin, dan/atau, oksitoksin," kata Kang.

Sejumlah contoh teknologi ini adalah aplikasi ponsel pintar tentang meditasi dan jejaring sosial yang memungkinkan kita berhubungan dengan orang lain.

Namun tambahan kebiasaan yang mendorong pelepasan dopamin dapat membuat Anda menuju tahap kecanduan.

"Misalnya ada sebuah aplikasi kreatif dan andak anda sangat gemar membuat film di program itu. Namun mereka kini semakin sering melakukannya, menghabiskan enam hingga tujuh jam sehari untuk itu."

"Aplikasi itu bukan sampah teknologi seperti halnya permainan Candy Crush yang hanya merilis dopamin. Tapi Anda tetap harus waspada dan membatasi anak Anda," kata Kang.

Di sisi lain, terdapat sampah teknologi yang kemungkinan kita gunakan ketika kita sedang merusak diri sendiri.

Kang membandingkannya dengan dorongan emosional menyantap junk food yang kita lakukan saat kita stres.

"Racun yang benar-benar kita khawatirkan adalah ketika Anda mengambil keuntungan dari aktivitas itu. Misalnya pornografi, perundungan, judi, dan gim video yang didesain seperti mesin penjual atau terlibat ujaran kebencian."

Membatasi teknologi

Diet sehat teknologi apapun akan menjauhkan Anda dari racun, kata Dr Kang. Namun kenakalan kecil terhadap pembatasan itu sebenarnya tak bermasalah.

Kita semua disarankan menghindari makanan kaleng atau minuman mengandung pemanis buatan. Tapi tak ada persoalan menyantap pizza dan berondong jagung bersama anak-anak Anda pada Jumat malam.

Hal sama, barangkali tak ada masalah jika Anda menyantap cemilan saat tanpa berpikir berselancar di Instagram atau bermain gim video.

Bagaimanapun, jika Anda diabetes atau diduga keras mengidap penyakit gula, diagnosa medis Anda akan lebih membatasi gula dibandingkan saran medis untuk orang pada umumnya.

Dr Kang menegaskan, hal yang sama berlaku pada teknologi.

"Jika Anda adalah seseorang yang datang dari keluarga dengan sejarah kecanduan, kegelisahan, depresi atau yang tak mampu mengelola waktu, maka Anda harus berhati-hati karena Anda berpotensi besar mengonversikannya menjadi ketergantungan pada racun."

Kang menuturkan, remaja lebih rawan terhadap ketergantungan ini. Terdapat cukup banyak penelitian yang mengidentifikasi orang-orang dengan potensi tinggi kecanduan internet.

Detoksifikasi digital

Akses terhadap internet dan penetrasi ponsel pintar masih terus meluas ke berbagai penjuru dunia.

Namun sejumlah negara menolak kehidupan yang terus-menerus terhubung dengan dunia maya.

Merujuk GlobalWebIndex, tujuh dari setiap 10 pengguna internet di Inggris dan Amerika Serikat mengaku mengadopsi metode diet teknologi atau bahkan menjalani detoksifikasi digital.

Proses itu terdiri dari menutup akun media sosial dan menghapus aplikasi untuk memangkas waktu berselancar di internet.

Penggunaan teknologi harus mempertimbangkan kebutuhan dasar kita sebagai manusia, kata Dr Kang.

"Kita masih butuh tidur selama delapan sampai sembilan jam setiap malam. Kita perlu menggerakan tubuh dua hingga tiga jam sehari."

"Kita perlu merenggangkan badan, pergi keluar ruangan dan mendapatkan cahaya alami," ujar Kang.

"Bahkan jika Anda menjalankan teknologi terbaik, jika Anda mengorbankan aktivitas alamiah manusia lainnya, maka ketergantungan Anda sudah melebihi batas," lanjutnya.

https://sains.kompas.com/read/2018/12/17/110000423/resolusi-sehat-2019-ahli-sarankan-diet-teknologi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke