Meski demikian, hasil survei yang dilakukan para ahli mengungkap bahwa pulau tersebut secara teratur dikunjungi oleh para nelayan setelah melaut selama beberapa ribu tahun sebelum populasi yang lebih permanen muncul di awal Neolitikum, bagian akhir Zaman Batu.
Pulau terdekat dari para nelayan pengunjung adalah pulau Seram, yang jaraknya sekitar 100 kilometer ke arah timur.
Ahli percaya, orang Neolitikum pertama yang mungkin menetap dan tinggal secara permanen di pulau Ay kemungkinan besar adalah mereka yang mengenal pulau Ay dan kerap melaut kemudian singgah di pulau Ay.
Sekitar 2.300 tahun yang lalu, situs itu sebagian besar atau sepenuhnya ditinggalkan, dan tidak ada situs lain di Kepulauan Banda yang sejauh ini telah ditemukan pada kurun waktu antara 2.300 dan 1.500 tahun yang lalu.
Pekerjaan di masa depan diharapkan dapat menjawab pertanyaan, mengapa pulau-pulau terpencil seperti pulau Ay, yang biasa digunakan untuk tempat singgah dari pulau lain akan ditinggalkan setelah 800 tahun.
Studi situs-situs seperti ini dapat membantu menjawab proses budaya yang kompleks di tempat kerja selama periode Neolitik, yang melihat pengenalan banyak tumbuhan, hewan, dan teknologi baru ke pulau-pulau di Asia Tenggara.
Hasil dari situs ini menunjukkan bahwa perubahan ini tidak terjadi sekaligus, tetapi secara bertahap diadopsi, dan disesuaikan untuk memungkinkan orang memanfaatkan bentang alam pulau tropis ini dengan cara baru.
Dengan memahami asal-usul penggunaan pala dalam kehidupan manusia, maka suatu saat nanti diyakini dapat membantu manusia menghubungkan titik-titik jejak perdagangan Internasional.
Pada abad ke-14 (dan mungkin sebelumnya), pedagang jarak jauh bepergian ke Banda untuk memperoleh pala. Rempah-rempah yang berharga ini membawa reputasi internasional untuk Kepulauan Banda selama era modern awal.
Temuan ini memberikan perspektif baru tentang bahan utama yang masih merupakan komoditas berharga saat ini, terutama dalam industri makanan dan minuman.
Baca juga: Bau Mulut? Makanan Ini Mungkin Membantu
Kompas.com telah mencoba menghubungi Deni Setiawan selaku kepala Balai Arkeologi Ambon, tapi yang bersangkutan belum dapat melakukan wawancara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.