Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bumi Mengisap Lautan dalam Jumlah Besar, Apa Risikonya?

Kompas.com - 15/11/2018, 18:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Tabrakan antar lempeng Bumi yang membuat lempeng turun telah menyeret air laut ke perut bumi tiga kali lebih banyak dari perkiraan sebelumnya.

Kesimpulan ini tertuang dalam makalah penelitian terbaru yang terbit di jurnal Nature, Rabu (14/11/2018).

Dengan menggunakan goncangan seismik alami dari zona subduksi rawan gempa di palung Mariana, palung terdalam yang diketahui dan lokasi terdalamnya berada di kerak Bumi, para ahli dapat memperkirakan berapa banyak air yang terisap ke dalamnya.

Palung ini terletak di dasar basar laut samudra Pasifik. Palung ini merupakan batas pertemuan dua lempeng tektonik, zona subduksi di mana Lempeng Pasifik disubduksi di bawah Lempeng Filipina. Kedalaman Palung Mariana jauh di bawah permukaan laut, dan panjangnya melebihi ketinggian Gunung Everest di atas permukaan laut.

Baca juga: Kabar Buruk, Hanya Tersisa 23 Persen Alam Liar di Muka Bumi Ini

Menurut ahli geologi dan geofisika kelautan Donna Shillington dari Observatorium Bumi di Universitas Columbia yang tidak terlibat dalam penelitian, studi baru ini  memiliki dampak besar untuk memahami bagaimana siklus air di dalam perut Bumi.

"Air di bawah permukaan tanah dapat berkontribusi pada perkembangan magma dan dapat melumasi patahan, membuat gempa bumi lebih mungkin terjadi," ujarnya seperti dilansir Live Science, Rabu (14/11/2018).

Siklus air di kerak Bumi

Shillington berkata, air disimpan dalam struktur kristal mineral.

Cairan bisa masuk ke kerak dan mantel bumi ketika lempeng samudra baru terbentuk atau saat terjadi subduksi.

Subduksi adalah proses geologis yang terjadi pada batas-batas lempeng tektonik bertingkat di mana salah satu lempeng menunjam ke bawah lempeng lainnya dan tenggelam.

Namun, hingga saat ini masih sedikit sekali informasi yang membeberkan seberapa banyak air yang bisa masuk ke lempeng bumi.

"Sebelum kami melakukan penelitian ini, semua ahli tahu bahwa air akan diisap lempeng subduksi. Namun tidak ada satupun yang tahu berapa banyak jumlah air yang terisap," kata pemimpin studi Chen Cai dari Universitas Washington di St. Louis kepada Live Science.

Para ahli menggunakan data yang diambil oleh jaringan sensor seismik yang ditempatkan di sekitar palung Mariana tengah di samudra Pasifik bagian barat. Bagian terdalam dari palung ini hampir 11 kilometer di bawah permukaan laut.

Sensor mendeteksi gempa bumi dan gema gempa yang berdering melalui kerak bumi seperti bel. Cai dan timnya kemudian melacak seberapa cepat perjalanan gempa bumi.

"Pelambatan dalam kecepatan akan menunjukkan fraktur berisi air di bebatuan dan mineral "terhidrasi" yang mengunci air di dalam kristal," katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau